Selasa, 27 September 2011

Zionis, Obama dan Cerita tentang Palestina


Jantung kami serasa berdegup dua kali lebih gencar, lalu tersayat oleh sembilu bambu deritamu, darah kami memancar ke atas lalu meneteskan guratan kaligrafi bunyinya Allahu Akbar, dan bebaskan Palestina. Ketika pabrik tak bernama memproduksi dusta seribu ton sepekan banyaknya, menebarkan ke media cetak dan elektronika, mengoyaki tenda-tenda pengungsi di padang pasir belantara membangkangi resolusi resolusi majelis terhormat di dunia, Palestina bagaimana bisa aku melupaknmu.

Tanahku jauh bila diukur kilometer beribu-ribu, tapi adzan Masjidil Aqsa yang merdu serasa terngiang di telingaku. Ketika rumah-rumahmu diruntuhkan buldozer dengan suara gemuruh menderu, serasa pasir dan batu bata dinding kamar tidurku bertebaran di pekaranganku, meneteskan peluh merah dan mengepulkan debu berdarah.

Derita Terekam Sejarah
Demikian kutipan puisi dari sastrawan ideologis Indonesia, Taufik Ismail yang menggambarkan resahnya jiwa kemanusiaan menyaksikan penjajah pongah mengangkangi bumi tempat berdirinya kiblat pertama umat Islam. Al Aqsa, Palestina.

Derita terekam sejarah. Air mata, darah dan nyawa menjadi prasasti dan saksi pada Rabbul Izzati akan keteguhan menjaga karunia-Nya di bumi jihad. Jalan Palestina tidak semulus Indonesia ketika pada tahun 1945 merdeka atas bantuan sekutu yang belakangan kita ketahui membawa misi penjajahan baru setelah Indonesia merdeka dari penjajah lama. Menancapkan kapitalisme yang masih menggerogoti negara hingga kini.

Palestina, karena melawan anak emas sang adi kuasa (yang sedang sempoyongan) negara Zionis Yahudi, harus berjuang sendiri ditengah berbagai sanksi blokade. Tapi jiwa perlawanan yang telah berkobar seolah tak pernah padam. Ruh jihad menjadi energi ketika mereka harus berpuasa hari demi hari karena terbatasnya logistik. Batu pun harus menghadapi tank-tank super canggih.

Sekali lagi, ini demi harga diri. Pantang bertekuk dihadapan penjajah. Apalagi menjilati boot-boot yang membungkus kaki angkuh generasi yang pernah dikutuk menjadi kera. Anak-anak Palestina hidup, tumbuh dan memahami kehidupan dengan irama perlamawanan. Genarasi baja yang gagah perkasa dihadapan senapan mesin kaum penjajah.

Derita perang tahun 1948, tahun 1967, hingga yang paling akhir ketika Zionis Israel menyerang Gaza pada Desember 2008 - Januari 2009, tak membuat bangsa Palestina patah arang. Apalagi menyerah. Palestine will not go down, begitu Michael Heart mengobarkan lantunan kemanusiaan yang menggema ke penjuru dunia dan menggelorakan semangat jihad untuk Palestina merdeka.

Babak BaruKini, Palestina memasuki babak baru perjuangannya. Palestina secara resmi telah mengajukan permohonan bersejarah kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar menjadikan negara Palestina sebagai anggota resmi lembaga itu. Proposal tersebut disampaikan langsung oleh Presiden Palestina Mahmud Abbas Jum’at (23/9) di depan sidang Majelis Umum PBB. Permohonan keanggotaan penuh di PBB, jika dterima berarti bahwa Palestina memiliki hak sebagaimana negara lain yang merdeka.

Upaya ini datang di tengah penolakan Israel dan Amerika Serikat (AS). AS, melalui Presiden Barack Husein Obama bahkan telah berjanji akan memveto proposal Palestina merdeka tersebut. Hal itu merupakan ancaman serius. Jikapun proposal tersebut disetujui oleh Sekjen PBB Ban Ki-moon, maka Dewan Keamanan (DK) PBB akan mengkaji dan kemudian melakukan pemungutan suara untuk mencapai keputusan.

Berdasarkan resolusi DK PBB, untuk mendapat persetujuan dibutuhkan 9 dari 15 anggota dewan, dengan syarat tidak ada veto dari anggota tetap DK PBB. Kita ketahui bahwa anggota tetap DK PBB adalah AS, Cina, Perancis, Rusia, dan Britania Raya. Sedangkan sepuluh anggota tidak tetap DK PBB adalah, Bosnia Herzegovina, Brazil, Kolombia, Gabon, Jepang, Jerman, India, Lebanon, Nigeria, Portugal dan Afrika.

Palestina tak perlu terlalu risau, saat ini sekitar 124 negara dari 193 negara anggota PBB secara resmi telah mendeklarasikan pengakuan mereka terhadap negara Palestina serta menyatakan mendukung langkah Palestina untuk mendapatkan pengakuan sebagai negara merdeka dan menjadi anggota penuh PBB (KNRP, 28/08/2011).

Enam anggota DK telah memberikan dukungan mereka kepada Palestina, yakni China, Brasil, India, Lebanon, Rusia, dan Afrika Selatan. Anggota lain yang belum mengungkapkan dukungan mereka mencakup Bosnia Herzegovina, Inggris, Perancis, Jerman, Gabon, Nigeria, dan Portugal. Kolombia telah mengatakan bahwa mereka akan abstain. Namun melihat kecendrungan politik domestik di beberapa negara yang belum mengambil keputusan, mayoritas masyarakat mereka mendukung Palsetina Merdeka.

Secara mengejutkan, hasil survei yang dilakukan oleh YouGov atas nama Avaaz, sebuah organisasi kampanye global, menunjukkan bahwa 59 persen rakyat Inggris, 69 persen rakyat Prancis, dan 71 persen rakyat Jerman menginginkan agar pemerintah mereka mendukung pengesahan proposal pembentukan negara merdeka Palestina di Majelis Umum PBB. Dalam jajak pendapat itu, dukungan atas hak Palestina untuk memiliki negara sendiri tanpa mengacu pada suara di PBB bahkan lebih tinggi, yakni 71 persen di Inggris, 82 persen di Prancis, dan 86 persen di Jerman (Republika, 13/9/2011).

Saat ini permasalahan krusial soal kemerdekaan palestina ada pada ancaman AS untuk memveto. Namun, dari kenyataan politik AS saat ini sebenarnya Obama juga sedang dilematis. Antara menuruti tekanan lobi politik Zionis Israel atau tekanan dari lawan politiknya serta dari negara-negara di dunia, khususnya negara-negara yang selama ini memiliki kemitraan dengan AS. Sepeti Arab Saudi, Turki, dan Mesir. Tiga negara ini telah secara terbuka menyatakan mendukung, bahkan secara proaktif untuk kemerdekaan Palestina.

Perubahan peta politik di Timur Tengah pasca revolusi enam bulan terakhir, semakin memojokkan posisi AS dan Israel. Dimana pengaruh kedua negara ini semakin melemah. Perubahan secara signifikan setelah anak emas AS di Mesir, Housni Mubarak digulingkan oleh gerakan revolusi. Selama ini Mesir turut berkontribusi atas berbagai krisis di Palestina. Utamanya akses ke negara tersebut yang diperketat atas tekanan Zionis Israel. Namun kini Mesir berubah seiring tumbangnya sang diktator. Pemerintah baru, atas desakan masyarakat secara penuh mendukung kemerdekaan Palestina.

Sementara itu di dalam negeri, Obama dirongrong kubu oposisi, Partai Republik. Gubernur Texas Rick Perry mengatakan: ''Kebijakan Obama terkait persamaan moral, dengan kesetaraan bagi Israel dan Palestina, termasuk pelaku orkestra terorisme, ini adalah penghinaan berbahaya.'' (tribunnews.com 1/9/2011). Serangan oposisi tersebut tentu memperburuk posisi Obama di tengah berbagai problem dalam negeri AS. Seperti krisis ekonomi dan pengangguran. Partai Republik menguasai mayoritas parlemen AS.

Tarik menarik kepentingan politik saat pembahasan anggaran, khususnya pemotongan anggaran utang beberapa waktu lalu menjadi gambaran kuatnya tekanan politik yang dialami Obama yang berimplikasi pada popularitasnya di mata para voters. Para pemimpin Partai Republik antara lain bertekad untuk memotong anggaran sebesar US$100 miliar, mencabut kebijakan yang menutup lapangan kerja, dan mengkaji ulang peraturan perpajakan, maupun memotong dana diplomatik dan bantuan luar negeri.akhirnya Obama kelihatan tak mampu mengatasi problem ekonomi, pengangguran yang membuat kehidupan rakyat AS terancam.

Jika saja Obama mau jujur dan tidak menjilat kembali ludahnya, tentu dia akan melaksanakan apa yang pernah dipidatokan di Mesir pada Juni 2009 yang lalu tentang dukungannya terhadap Palestina merdeka. Bahkan pidato itu secara mengejutkan kembali diulangi pada forum Majelis Umum PBB tahun 2010 PBB “ 'saat kita kembali di tahun depan, kita dapat menyepakati masuknya anggota baru PBB, yaitu Palestina Merdeka' kata Obama.

Berbaliknya Obama tidak mendukung kemerdekaan Palestina, menjadi tanda tanya besar. Apa yang terjadi di dalam politik AS? Apakah lobi-lobi Yahudi berhasil menjanjikan sesuatu untuk melanggengkan kekuasan Obama menghadapi Pemilu Presiden pada 2012 nanti? Makin nampak jika Obama memang dilema.

Realits ini juga menguak betapa kuatnya pengaruh Zionis Israel di AS. Presiden AS yang katanya adi daya itu, pun harus tunduk. AS menjadi perpanjangan tangan Zionis Yahudi untuk melanggengkan segala kepentingannya.

Namun kita tetap harus yakin, bahwa masa penjajahan itu akan berakhir dengan izin Allah SWT. Apakah dengan semakin terpuruknya ekonomi AS dan sekutu-sekutunya yang diikuti oleh keterpurukan kepercayaan dan pengaruh pada dunia internasional, atau dengan lahirnya pemimpin dari dunia Islam yang secara berani melakukan konfrontasi militer dengan Zionis Israel.

Tentang kondisi AS dan Obama saat ini, ada benarnya apa yang dikatakan oleh mantan Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri Israel Alon Liel, ketika berdemonstrasi mendukung proposal Palestina Merdeka “Kalian memang diserang Obama, tetapi dia tidak lagi menguasai dunia, masih ada dukungan dari komunitas internasional. Lupakan Dewan Keamanan PBB, langsung ke Majelis Umum dan raih dukungan 150 negara (anggota PBB),". Wallahu’alam. []

Penulis : Jusman Dalle
Analis Ekonomi Politik Society Research and Humanity Development (SERUM) Institute dan Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Blog : www.jusman-dalle.blogspot.com
Sumber : Hidayatullah.com

Senin, 26 September 2011

Menyambut Palestina Merdeka

 
Al Muzzammil Yusuf
Koordinator Kaukus Parlemen Indonesia untuk Palestina

 Palestina merupakan satu bangsa yang masih terus berjuang meraih kemerdekaannya dari penjajahan Israel. Sejak perang tahun 1948, 1967, hingga yang paling akhir adalah invasi Israel ke Gaza pada Desember 2008, bangsa Palestina terus berjuang keras meraih kemerdekaannya. Solusi yang paling penting bagi permasalahan Palestina adalah kemerdekaan yang definitif dengan menjadikan Palestina sebagai negara yang merdeka dan berdaulat sejajar dengan negara-negara di dunia lainnya.

Untuk mewujudkan kemerdekaan Palestina ini dibutuhkan soliditas rakyat dan para pemimpin di negara ini serta dukungan pengakuan dari negara-negara dunia sebagai negara merdeka, termasuk di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Diplomasi internasional
Akhir 2010, Otoritas Palestina mengajukan strategi diplomasi baru dengan cara meminta kepada setiap negara di dunia untuk mengakui kemerdekaan Palestina berdasarkan perbatasan 1967. Pada 20 September 2011, Otoritas Palestina (OP) mengajukan proposal agar diakui sebagai negara yang merdeka dan menjadi anggota penuh PBB melalui Sidang Umum PBB yang diselenggarakan di New York, Amerika Serikat.

OP meminta pengakuan sebagai anggota penuh di PBB di mana saat ini posisinya hanya sebagai peninjau. Ini akan memberikan implikasi politik dan memberikan akses yang besar bagi Palestina untuk masuk dalam pengadilan internasional di mana mereka bisa mengajukan gugatan resmi terhadap penjajahan yang selama ini dilakukan oleh Israel.

Data terakhir menunjukkan sekitar 124 negara dari 193 negara anggota PBB secara resmi mendeklarasikan pengakuan mereka terhadap negara Palestina serta menyatakan mendukung langkah Palestina untuk mendapatkan pengakuan sebagai negara merdeka dan menjadi anggota penuh PBB (KNRP, 28/08/2011).

Sekjen PBB Ban Ki-moon juga menyatakan dukungan bagi Palestina yang telah lama tertunda agar mendapatkan pengakuan dari dunia internasional sebagai negara yang merdeka dan menjadi anggota PBB.
Gelombang pengakuan terhadap Palestina sebagai negara merdeka pun meningkat di Eropa. Mayoritas masyarakat di tiga negara terkuat di Eropa, yaitu Jerman, Prancis, dan Inggris menginginkan agar pemerintah mereka memilih dan mengakui negara merdeka Palestina. Hal itu terungkap dari hasil survei yang dilakukan oleh YouGov atas nama Avaaz, sebuah organisasi kampanye global (Republika, 13/9/2011).

Hasil survei itu menunjukkan bahwa 59 persen rakyat Inggris, 69 persen rakyat Prancis, dan 71 persen rakyat Jerman menginginkan agar pemerintah mereka mendukung pengesahan proposal pembentukan negara merdeka Palestina di Majelis Umum PBB. Dalam jajak pendapat itu, dukungan atas hak Palestina untuk memiliki negara sendiri tanpa mengacu pada suara di PBB bahkan lebih tinggi, yakni 71 persen di Inggris, 82 persen di Prancis, dan 86 persen di Jerman.

Pernyataan dukungan terhadap Palestina secara gamblang pernah disampaikan Presiden AS, Barack Husein Obama, dalam pidatonya ketika mengunjungi Mesir pada 4 Juni 2009. Pidato itu tidak hanya ditujukan kepada publik Mesir, tapi juga dunia Islam. Setahun kemudian (2010), Obama kembali menyampaikan kepeduliannya terhadap kemerdekaan Palestina di hadapan Sidang Umum PBB.

Namun, beberapa hari kemudian, Obama menarik ucapannya kembali setelah bertemu dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, di Gedung Putih. Soal perbatasan tahun 1967, Obama di depan forum lobi Yahudi di AS (AIPAC) mengklarifikasi bahwa pernyataan sebelumnya tentang perbatasan Palestina berdasarkan 1967 itu diputarbalikkan. Obama menegaskan berdirinya negara Palestina di atas tanah tahun 1967 itu harus memperhitungkan realitas demografi baru, yakni permukiman Yahudi.

Lagi-lagi standar ganda kebijakan AS terlihat jelas sehingga dipastikan akan mempersulit perjuangan rakyat Palestina untuk mendapatkan pengakuan kemerdekaan secara penuh dalam Sidang Umum PBB yang digelar saat ini.

Kita berharap Pemerintahan Obama tidak akan memveto pengakuan kemerdekaan dan keanggotaan penuh Palestina di PBB. Karena sesungguhnya daya tarik Obama ketika terpilih menjadi Presiden AS adalah saat kritik terhadap kebijakan Bush yang militeristik dan tidak ramah pada Dunia Islam. Jadi, masyarakat dan negara dunia berharap perbedaan karakter Obama dan Bush diperlihatkan dalam posisinya terhadap Palestina.

Internal Palestina
Dukungan dan pengakuan dari dunia internasional adalah salah satu faktor penting dalam mewujudkan kemerdekaan Palestina. Namun, Palestina harus menyelesaikan persoalan domestiknya. Pertama, permasalahan domestik utama saat ini terjadi di Palestina adalah belum adanya persatuan antara faksi-faksi di Palestina, terutama Fatah dan Hamas, yang saat ini memiliki masing-masing wilayah kekuasaan, Fatah di Tepi Barat, sedangkan Hamas di Jalur Gaza.

Kedua, yaitu legitimasi politik perdana menteri maupun presiden Palestina yang seharusnya dipilih oleh rakyat melalui pemilu. Masa jabatan PM dan presiden Palestina hasil pemilu Januari 2006 sampai Januari 2010. Secara konstitusional, baik PM dan Presiden Otoritas Palestina saat ini sebenarnya tidak memiliki legalitas untuk mewakili Palestina di dunia internasional.

Ketiga adalah kekuasaan Israel, baik di darat, laut, maupun udara masih menghunjam di daerah Palestina, terutama di Tepi Barat. Di mana 60 persen wilayah dikuasai Yahudi dan ada sekitar 600 cek poin yang tersebar di Tepi Barat dan dijaga ketat oleh tentara Israel. Saat ini, OP juga tidak mempunyai militer. Batas darat, laut, dan udara Palestina adalah batas wilayah yang dikuasai Israel. Tanpa menyelesaikan persoalan ini, Palestina tak ubahnya seperti negara bagian bagi Israel. Keluar-masuk negara dan menerima tamu asing berarti harus dengan izin Israel.

Dengan demikian, tak ada jalan lain, semua pihak di Palestina harus menyatukan diri untuk membuat langkah-langkah strategis komprehensif yang disepakati oleh semua elemen masyarakat Palestina.
Langkah-langkah itu berisikan mekanisme detail untuk bisa keluar dari krisis yang akan menghantam isu Palestina dan bangsanya. Juga, berisi tentang pandangan dan alternatif nasional yang bisa berinteraksi dengan fase-fase mendatang, jauh dari agenda dan intervensi pihak asing.

Bagi Indonesia, memperjuangkan kemerdekaan negara Palestina merupakan amanat konstitusi UUD 1945. Peran Indonesia dalam masalah domestik Palestina adalah dengan menjadi mediator dalam perundingan antara faksi Hamas dan faksi Fatah.

Indonesia perlu mendorong semua pihak di Palestina untuk mendukung dilakukannya pemilu yang jujur sebagai mekanisme seleksi kepemimpinan yang sehat di Palestina. Siapa pun yang akan memimpin Palestina harus mendapatkan mandatnya dari rakyat Palestina, bukan dari pihak luar Palestina.
(-)
Sumber : http://koran.republika.co.id/koran/24

Rabu, 14 September 2011

Rahasia Menulis


Rahasia Menulis – Salim A. Fillah. Berikut ini adalah kulwit #write dari Salim A. Fillah. Di dalamnya terdapat ilmu dan hikmah luar biasa bagi kita, baik yang sudah menulis, tengah menulis, maupun ingin menulis. Alhamdulillah, Bersama Dakwah mendapat izin dari Ust. Salim A. Fillah untuk turut menyebarkan kulwit yang sangat bermanfaat ini. Langsung saja kita ikuti:

Mengapa Menulis
1. Menulis adalah mengikat jejak pemahaman. Akal kita sebagai kurniaNya, begitu agung dayanya menampung sedemikian banyak data-data.

2. Tapi kita kadang kesulitan memanggil apa yang telah tersimpan lama; ilmu dahulu itu berkeliaran dan bersembunyi di jalur rumit otak.

3. Maka menulis adalah menyusun kata kunci tuk buka khazanah akal; sekata tuk sealinea, sekalimat tuk se-bab, separagraf tuk sekitab.

4. Demikianlah kita fahami kalimat indah Asy Syafi'i; ilmu adalah binatang buruan, dan pena yang menuliskan adalah tali pengikatnya.

5. Menulis juga jalan merekam jejak pemahaman; kita lalui usia dengan memohon ditambah ilmu dan dikaruniai pengertian; adakah kemajuan?

6. Itu bisa kita tahu jika kita rekam sang ilmu dalam lembaran; kita bisa melihat perkembangannya hari demi hari, bulan demi bulan.

7. Jika tulisan kita 3 bulan lalu telah bisa kita tertawai; maka terbaca adanya kemajuan. Jika masih terkagum juga; itu menyedihkan.

8. Lebih lanjut; menulis adalah mengujikan pemahaman kepada khalayak; yang dari berbagai sisi bisa memberi penyeksamaan dan penilaian.

9. Kita memang membaca buku, menyimak kajian, hadir dalam seminar dan sarasehan; tapi kebenaran pemahaman kita belum tentu terjaminkan.

10. Maka menulislah; agar jutaan pembaca menjadi guru yang meluruskan kebengkokan, mengingatkan keterluputan, membetulkan kekeliruan.

11. Penulis hakikatnya menyapa dengan ilmu; maka ia berbalas tambahan pengertian; kian bening, kian luas, kian dalam, kian tajam.

12. Agungnya lagi; sang penulis merentangkan ilmunya melampaui batas-batas waktu dan ruang. Ia tak dipupus usia, tak terhalang jarak.

13. Adagium Latin itu tak terlalu salah; Verba Volant, Scripta Manent. Yang terucap kan lenyap tak berjejak, yang tertulis mengabadi.

14. Tapi bagi kita, makna keabadian karya bukan hanya soal masyhurnya nama; ia tentang pewarisan nilai; kemaslahatan atau kerusakan.

15. Andaikan benar bahwa Il Principe yang dipersembahkan Niccolo Machiavelli pada Cesare de Borgia itu jadi kawan tidur para tiran...

16. ..seperti terisyu tentang Napoleon, Hitler, dan Stalin; akankah dia bertanggungjawab atas berbagai kezhaliman nan terilham bukunya?

17. Sebab bukan hanya pahala yang bersifat 'jariyah'; melainkan ada juga dosa yang terus mengalir. Menjadi penulis adalah pertaruhan.

18. Mungkin tak separah Il Principe; tapi tiap kata yang mengalir dari jemari ini juga berpeluang menjadi keburukan berrantai-rantai.

19. Dan bahagialah bakda pengingat; huruf bisa menjelma dzarrah kebajikan; percikan ilhamnya tak putus mencahaya sampai kiamat tiba.

20. Lalu terkejutlah para penulis kebenaran, kelak ketika catatan amal diserahkan, "Ya Rabbi, bagaimana bisa pahalaku sebanyak ini?"

21. Moga kelak dijawabNya, "Ya, amalmu sedikit, dosamu berbukit; tapi inilah pahala tak putus dari ilham kebajikan nan kau tebarkan."

22. Tulisan sahih dan mushlih; jadi jaring yang melintas segala batas; menjerat pahala orang terilham tanpa mengurangi si bersangkutan.

23. Menulis juga bagian dari tugas iman; sebab makhluq pertama ialah pena, ilmu pertama ialah bahasa, dan ayat pertama berbunyi "Baca!"

24. Tersebut di HR Ahmad dan ditegaskan Ibn Taimiyah dalam Fatawa, "Makhluq pertama yang diciptaNya ialah pena, lalu Dia berfirman...

25. .."Tulislah!" Tanya Pena; "Apa yang kutulis, Rabbi?" Kata Allah; "Tulis segala ketentuan yang Kutakdirkan bagi semua makhluqKu."

26. Adapun ilmu yang diajarkan pada Adam dan membuatnya unggul atas malaikat nan lalu bersujud adalah bahasa; kosa kata. (QS 2: 31)

27. Dan "Baca!"; wahyu pertama. Bangsa Arab nan mengukur kecerdasan dari kuatnya hafalan hingga memandang rendah tulis-baca, Sebab...

28. ..menulis -kata mereka- ialah alat bantu bagi yang hafalannya di bawah rata-rata, tiba-tiba meloncat ke ufuk, jadi guru semesta.

29. Muhammad hadir bukan dengan mu'jizat yang membelalakkan; dia datang dengan kata-kata yang menukik-menghunjam, disebut 'Bacaan'.

30. Maka Islam menjelma peradaban Ilmiah, dengan pena sebagai pilarnya; wawasan tertebar mengantar kemaslahatan ke seantero bumi.

31. Semoga Allah berkahi tiap kata yang mengalir dari ujung jemari kita; sungguh, buku dapat menggugah jiwa manusia dan mengubah dunia.

32. Bagaimana sebuah tulisan bisa mengilhami; tak tersia, tak jadi tragika, dan tak menjatuhkan penulisnya dalam gelimang kemalangan?

3 Kekuatan Menulis
33. Saya mencermati setidaknya ada 3 kekuatan yang harus dimiliki seorang penulis menggugah; Daya Ketuk, Daya Isi, dan Daya Memahamkan.

Daya Ketuk
34. Daya Ketuk ini paling berat dibahas; yang mericau ini pun masih jauh & terus belajar. Ia masalah hati; terkait niat & keikhlasan.

35. Pertama, marilah jawab ini: 1) Mengapa saya harus menulis? 2) Mengapa ia harus ditulis? 3) Mengapa harus saya yang menuliskannya?

36. Seberapa kuat makna jawaban kita atas ke-3 tanya ini, menentukan seberapa besar daya tahan kita melewati aneka tantangan menulis.

37. Alasan kuat tentang diri, tema, dan akibat dunia-akhirat jika tak ditulis; akan menggairahkan, menggerakkan, membakar, menekunkan.

38. Keterlibatan hati dan jiwa dengan niat menyala itulah yang mengantarkan tulisan ke hati pembaca; mengetuk, menyentuh, menggerakkan.

39. Tetapi; tak cukup hanya hati bergairah dan semangat menyala saja jika yang kita kehendaki adalah keinsyafan suci di hati pembaca.

40. Menulis memerlukan kata yang agung dan berat itu; IKHLAS. Kemurnian. Harap dan takut hanya padaNya. Cinta kebenaran di atas segala.

41. Allah gambarkan keikhlasan sejati bagai susu; terancam kotoran dan darah, tapi terupayakan; murni, bergizi, memberi tenaga suci...

42. ...dan mudah diasup, nyaman ditelan, lancar dicerna oleh peminum-peminumnya, menjadi daya untuk bertaat dan bertaqwa (QS 16: 66).

43. Maka menjadi penulis yang ikhlas sungguh payah dan tak mudah, ada goda kotoran dan darah, kekayaan dan kemasyhuran, riya' dan sum'ah.

44. Jika ia berhasil dilampaui; jadilah tulisan, ucapan dan perbuatan sang penulis bergizi, memberi arti, mudah dicerna jadi amal suci.

45. Sebaliknya; penulis tak ikhlas itu; tulisannya bagai susu dicampur kotoran dan darah, racun dan limbah; lalu disajikan pada pembaca.

46. Ya Rabbi; ampuni bengkoknya niat di hati, ampuni bocornya syahwat itu dan ini, di tiap kali kami gerakkan jemari menulis dan berbagi.

47. Sebab susu tak murni, tulisan tak ikhlas, memungkinkan 2 hal: a) pembaca muak, mual, dan muntah bahkan saat baru mengamati awalnya.

48. Atau lebih parah: b) pembaca begitu rakus melahap tulisan kita; tapi yang tumbuh di tubuhnya justru penyakit-penyakit berbahaya.

49. Menulis berkeikhlasan, menabur benih kemurnian; agar Allah tumbuhkan di hati pembaca pohon ketaqwaan. Itulah daya ketuk sejati.

50. Daya sentuh, daya ketuk, daya sapa di hati pembaca; bukan didapat dari wudhu' dan shalat yang dilakukan semata niat menoreh kata..

51. ...Ia ada ketika kegiatan menghubungkan diri dengan Dzat Maha Perkasa, semuanya, bukan rekayasa, tapi telah menyatu dengan jiwa..

52. ...lalu menulis itu sekedar satu dari berbagai pancaran cahaya yang kemilau dari jiwanya; menggenapi semua keshalihan nan mengemuka.

Daya Isi
54. Setelah Daya Ketuk, penulis harus ber-Daya Isi. Mengetuk tanpa mengisi membuat pembaca ternganga, tapi lalu bingung berbuat apa.

55. Daya Ketuk membuat pembaca terinsyaf dan tergugah; tapi jika isi yang kemudian dilahap cacat, timpang, rusak; jadilah masalah baru.

56. Daya Isi adalah soal ilmu. Mahfuzhat Arab itu sungguh benar; "Fakidusy Syai', Laa Yu'thi: yang tak punya, takkan bisa memberi."

57. Menjadi penulis adalah menempuh jalan ilmu dan berbagi; membaca ayat-ayat tertulis; menjala hikmah-hikmah tertebar. Tanpa henti.

58. Ia menyimak apa yang difirmankan Tuhannya, mencermati yang memancar dari hidup RasulNya; dan membawakan makna ke alam tinggalnya.

59. Dia fahami ilmu tanpa mendikotomi; tapi tetap tahu di mana menempatkan yang mutlak terhadap yang nisbi; mencerahkan akal dan hati.

60. Penulis sejati memiliki rujukan yang kuat, tetapi bukan tukang kutip. Segala yang disajikan telah melalui proses internalisasi.

61. Penulis sejati kokoh berdalil bukan hanya atas yang tampak pada teks; tapi disertai kefahaman latar belakang dan kedalaman tafsir.

62. Dengan proses internalisasi; semua data dan telaah yang disajikan jadi matang dan lezat dikunyah; pembacanya mengasup ramuan bergizi.

63. Sebab konon 'tak ada yang baru di bawah matahari'; tugas penulis sebenarnya memang cuma meramu hal-hal lama agar segar kembali.

64. Atau mengungkap hal-hal yang sudah ada, tapi belum luas dikenali. Diperlukan ketekunan untuk melihat satu masalah dari banyak sisi.

65. Atau mengingatkan kembali hal-hal yang sesungguhnya telah luas difahami; agar jiwa-jiwa yang baik tergerak kuat untuk bertindak.

66. Maka dia suka menghubungkan titik temu aneka ilmu dengan pemaknaan segar dan baru, dengan tetap berpegang kaidah sahih dan tertentu.

67. Dia hubungkan makna nan kaya; fikih dan tarikh; dalil dan kisah; teks dan konteks; fakta dan sastra; penelitian ilmiah dan sisi insaniyah.

68. Dia menularkan jalan ilmu untuk tak henti menggali; tulisannya tak membuat orang mengangguk berdiam diri; tapi kian haus mencari.

69. Ia bawakan pemaknaan penuh warna; beda bagi masing-masing pembaca; beda bagi pembaca sama di saat lainnya. Membaru, mengilhami selalu.

70. Maka karyanya melahirkan karya; syarah dan penjelasan, catatan tepi dan catatan kaki, juga sisi lain pembahasan, dan bahkan bantahan.

Daya Memahamkan
71. Seorang penulis menggugah memulai Daya Memahamkan-nya dengan satu pengakuan jujur; dia bukanlah yang terpandai di antara manusia.

72. Sang penulis sejati juga memahami; banyak di antara pembacanya yang jauh lebih berilmu dan berwawasan dibandingkan dirinya sendiri.

73. Maka dalam hati, dia mencegah munculnya rasa lebih dibanding pembaca: "Aku tahu. Kamu tidak tahu. Maka bacalah agar kuberitahu."

74. Setiap tulisan dan buku yang disusun dengan sikap jiwa penulis "Aku tahu! Kamu tak tahu!" pasti berat dan membuat penat saat dibaca.

75. Kadang senioritas atau lebih tingginya jenjang pendidikan tak tersengaja lahirkan sikap jiwa itu. Sang penulis merasa lebih tahu.

77. Sikap jiwa kepenulisan harus diubah; dari "Aku tahu! Kamu tak tahu!" menjadi suatu rasa nan lebih adil, haus ilmu, dan rendah hati.

78. Penulis sejati ukirkan semboyan, "Hanya sedikit ini yang kutahu, kutulis ia untukmu, maka berbagilah denganku apa yang kau tahu."

79. Penulis sejati sama sekali tak berniat mengajari. Dia cuma berbagi; menunjukkan kebodohannya pada pembaca agar mereka mengoreksi.

80. Penulis sejati berhasrat tuk diluruskan kebengkokannya, ditunjukkan kelirunya, diluaskan pemahamannya, dilengkapi kekurangannya.

81. Penulis sejati jadikan dirinya seakan murid yang mengajukan hasil karangan pada guru; berribu pembaca menjelma guru berjuta ilmu.

82. Inilah yang jadikan tulisan akrab dan lezat disantap; pertama-tama sebab penulisnya adil menilai pembaca, haus ilmu, dan rendah hati.

83. Pada sikap sebaliknya, kita akan menemukan tulisan yang berribu kali membuat berkerut dahi, tapi pembacanya tak kunjung memahami.

84. Lebih parahnya; keinginan untuk tampil lebih pandai dan tampak berilmu di mata pembaca sering membuat akal macet dan jemari terhenti.

85. Jika lolos tertulis; ianya jadi kegenitan intelektual; inginnya dianggap cerdas dengan banyak istilah yang justru membuat mual.

86. Kesantunan Allah jadi pelajaran buat kita. RasulNya menegaskan surga itu tak terbayangkan. Tapi dalam firmanNya, Dia menjelaskan.

87. Dia gambarkan surga dalam paparan yang mudah dicerna akal manusia; taman hijau, sungai mengalir, naungan rindang, buahan dekat..

88. ..duduk bertelekan di atas dipan, dipakaikan sutra halus & tebal, pelayan hilir mudik siap sedia, bidadari cantik bermata jeli..

89. Allah Maha Tahu, tak bersombong dengan ilmu; Dia kenalkan diriNya bukan sebagai Ilah awal-awal, melainkan Rabb nan lebih dikenal.

90. Penulis sejati hayati pesan Nabi; bicaralah pada kaum sesuai kadar pemahamannya, bicaralah dengan bahasa yang dimengerti mereka.

91. Penulis sejati mengerti; dalam keterbatasan ilmu nan dimiliki, tugasnya menyederhanakan yang pelik, bukan merumitkan yang sahaja.

92. Itupun tidak dalam rangka mengajari; tapi berbagi. Dia haus tuk menjala umpan balik dari pembaca; kritik, koreksi, dan tambah data.

93. Penulis sejati juga tahu; yang paling berhak mengamalkan isi anggitannya adalah dirinya sendiri. Daya Memahamkan berhulu di sini.

94. Sebab seringkali kegagalan penulis memahamkan pembaca disebabkan diapun tak memahami apa yang ditulisnya itu dalam amal nyata.

95. Begitulah Daya Memahamkan; dimulai dengan sikap jiwa yang adil, haus ilmu, dan rendah hati terhadap pembaca kita, lalu dikuatkan..

96. ..dengan tekad bulat tuk menjadi orang pertama nan mengamalkan tulisan, dan berbagi pada pembaca dengan hangat, akrab, penuh cinta.

97. Kali ini, tercukup sekian ya Shalih(in+at) bincang #Write. Maafkan tak melangkah ke hal teknis, sebab banyak nan lebih ahli tentangnya:)

98. Kita lalu tahu; menulis bukanlah profesi tunggal dan mandiri. Ia lekat pada kesejatian hidup sang mukmin; tebar cahaya pada dunia.

99. Maka menulis hanya salah satu konsekuensi sekaligus sarana bagi si mukmin tuk menguatkan iman, 'amal shalih, dan saling menasehati.

100. Jika ada 'amal lain yang lebih kuat dampaknya dalam ketiga perkara itu; maka kita tak boleh ragu: tinggalkan menulis menujunya.

Demikian kulwit #write dari Salim A. Fillah. "Rahasia Menulis – Salim A. Fillah" hanyalah judul yang diberikan Bersama Dakwah untuk memudahkan pembaca, mohon maaf jika malah mengurangi daya ketuk, daya isi, dan daya memahamkan kulwit ini. Kepada Ustadz Salim A. Fillah kami sampaikan jazaakallah khairan katsir, jazaakallah ahsana jazaa atas izin dan ilmunya. []

Rasulullah Tak Menshalati Jenazah Pelaku Korupsi


Oleh: Prof Dr KH M Abdurrahman MA

Problematika bangsa dan umat saat ini adalah korupsi. Dalam bahasa Al-Quran, identik dengan kosakata ghulul (khianat) atau fasad. Ghulul karena menyembunyikan, mengkhianati sesuatu. Dan disebut fasad karena berimplikasi pada kerusakan atau kerugian negara yang menghancurkan negara itu sendiri.

Fenomena korupsi saat ini sudah menyangkut persoalan yang disebut sebagai problem kebangsaan dan keumatan. Bila melihat pada kasus yang terjadi di zaman Rasulullah SAW, terhadap orang yang melakukan korupsi (ghulul), Rasul tidak akan menshalati jenazahnya.

Sedikitnya, ada tiga faktor untuk mencegah merebaknya korupsi di Tanah Air. Pertama, faktor spiritual. Orang yang tingkat spiritualitas keagamaannya baik, tentu dia tidak akan berbuat dan berlaku korup. Bangsa Indonesia dikenal sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia.

Mengapa banyak praktik korupsi di negeri ini? Jawabnya, karena tidak adanya nilai-nilai spiritual dalam kehidupannya. Shalat, zakat, puasa, dan haji yang dikerjakannya sebatas praktik semata tanpa diimbangi dengan perbuatan nyata. Artinya, ibadahnya tidak mampu menghindarkan dirinya dari perbuatan dosa dan godaan duniawi.

Kedua, aspek sosial. Seorang Muslim harus menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah. Sesama Muslim harus saling mengingatkan dan mencegahnya. Imam Bukhari meriwayatkan, "Al-Muslimu man salimal Muslimuna min lisanihi wa yadihi". Muslim itu ialah orang yang menyelamatkan Muslim lain dengan bahasa dan tangannya (perbuatannya).

Sungguh berat dan banyak godaan untuk mengimplementasikan nilai-nilai spiritual dalam kehidupan sosial, sehingga kenyataan kehidupan yang sekarang penuh dengan israf (berlebihan), tabdzir (kemubaziran), dan itraf (kemewahan) makin mendorong seseorang mencari harta yang tidak suci itu.

Setan akan selalu menggoda manusia dan berusaha menjerumuskannya ke dalam perbuatan dosa dan maksiat. Karena itu, kita harus menjaganya dengan shalat, zikir, dan perlindungan kepada Allah SWT.

Dan, korupsi adalah perbuatan yang akan menjerumuskan pelakunya pada tindakan merugikan negara, sekaligus hak orang lain. (QS al-Ankabut [29]: 45).

Ketiga, aspek legal formal, sebagai produk konstitusional. Tujuannya, untuk menghukum dan mengadili para koruptor supaya jera. Undang-Undang Tahun 2002 jelas memberikan hukuman mati bagi koruptor sebagai hukuman maksimal. Sayangnya, UU itu seolah tidak tersentuh. Mestinya, perundangan ini disebarluaskan sehingga menjadi rasa takut bagi pelaku korupsi.

Dalam Alquran, pelaku korupsi sama dengan ghulul, yaitu merugikan orang lain karena khianat. (QS Ali Imran [3]: 161). Koruptor itu termasuk perampok harta dan kekayaan negara, karenanya pantas mendapatkan hukuman keras seperti hukuman mati. Apalagi, Rasul SAW dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ashabus Sunan, melarang para sahabat-sahabatnya termasuk umatnya menshalatkan jenazah koruptor karena pelakunya melakukan perbuatan khianat kepada saudara-saudaranya.

[Disarikan dari Hikmah Republika Koran. Judul asli tulisan adalah Ghulul = Korupsi, Republika]
Sumber : http://muchlisin.blogspot.com/2011/07/rasulullah-tak-menshalati-jenazah.html

Fiqih Zuhud dan Qana'ah


Akhi wa ukhti fillah
Kehidupan dunia itu bersifat sementara. Dunia bukan tempat tinggal yang abadi. Allah SWT dan Rasul-Nya telah banyak memberikan informasi kepada kita tentang hakikat dunia. Allah SWT berfirman:

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid : 20)

Akhi wa ukhti fillah...
kehidupan dunia yang sementara ini, harus kita jadikan sebagai bekal untuk menuju kehidupan yang kekal dan abadi, yaitu kehidupan akhirat. Karena dunia adalah jembatan menuju akhirat. Allah SWT berfirman “Dan carilah dengan apa yang telah Allah anugerahkan kepadamu kebahagiaan akhirat, namun jangan kamu lupakan bagianmu di dunia...”(QS. Al-Qashah : 77). Dunia adalah mazra'ah (alahn amal) yang kita akan temukan hasilnya kelak. Allah SWT berfirman, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula” (QS. Az-Zalzalah: 7-8)

Oleh karenannya kita sebagai kader dakwah harus mampu membangun amal unggulan dan amal kebaikan di dunia sebagai bekal untuk akhirat kita. Membangun citra diri seorang kader dakwah dengan meningkatkan kekuatan spiritual pada semua marhalah “amal” yang telah dijabarkan Asy-Syahid dalam Majmu'atur Rasail. Salah satu kekuatan spiritual yang harus dimiliki seorang qiyadah (pemimpin) dan kader dakwah ini, khususnya di mihwar muassasi adalah sifat zuhud dan qana'ah.

Akhi wa ukhti fillah...
Rasulullah SAW bersabda:
Dari Sahl bin Sa'd As-Saidy, ia berkata, “Seseorang telah mendatangi Nabi SAW seraya berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukakanlah kepadaku amalan yang sekiranya aku mengerjakannya, maka Allah dan manusia mencintaiku” Lalu Rasulullah SAW bersabda, “Zuhudlah kamu kepada dunia, niscaya Allah akan mencintaimu, dan zuhudlah kamu pada apa yang dimiliki manusia, niscaya mereka akan mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah)

Akhi wa ukhti fillah...
Kenapa akhlak zuhud dan qana'ah harus difokuskan dan ditekankan pada mihwar muassasi ini? Karena kita sadar betul bahwa di saat dakwah memasuki mihwar ini, peluang-peluang kebaikan dan kemudahan sangat terbuka bagi kita. Pintu-pintu dunia terbuka luas di depan kita. Dan di sisi lain, gesekan-gesekan kepentingan antar kader mulai terasa. Syahwat duniawi mulai tak terbendung merasuki jiwa kita. Hal ini belum pernah kita temukan dan kita rasakan pada mihwar-mihwar sebelumnya. Karena memang sebelumnya belum pernah ada jabatan publik dan jabatan politik yang sangat menggiurkan semua manusia. Sebelumnya rahim dakwah memang belum pernah melahirkan mujahid siyasi (dai politikus) yang sekaligus menjadi enterprenuer muda.

Akhi fillah...
Coba kita renungkan sejenak kondisi saudara-saudara kita yang berebut dan bermusuhan di partai-partai mereka. Tidakkah semua disebabkan faktor dunia ini?

Akhi wa ukhti fillah...
Rasulullah SAW sejak awal mengingatkan para shahabatnya -di mana mereka adalah generasi terbaik umat ini- tentang fitnah kenikmatan dan kelapangan dunia. Tentunya, agar jiwa para shahabat tidak terftinah dengan dunia dan mampu mengendalikannya sebagai sarana meraih kehidupan akhirat. Beliau SAW bersabda:
“Sesungguhnya diantara yang paling aku takutkan atas kalian sepeninggalku adalah terbukanya kenikmatan dunia dan perhiasannya atas kalian...” (HR. Bukhari)

“Maka demi Allah, bukan kefakiran yang aku takutkan atas kalian tetapi dihamparkannya dunia sebagaimana yang dialami orang-orang sebelum kalian, lalu kalian berlomba-lomba meraihnya sebagaimana mereka dan juga akan dihancurkannya sebagaimana mereka.” (HR. Bukhari)

Akhi wa ukhti fillah...
Zuhud bukan berarti harus meninggalkan dunia. Zuhud juga bukan berarti kita tidak diperbolehkan ikut serta dalam panggung politik, meraih jabatan, dan jauh dari dunia usaha. Akan tetapi, yang dimaksud dengan hakikat zuhud adalah penguasaan dunia tanpa harus mengganggu jiwa. Dunia boleh di genggaman kita, tapi tidak boleh melekat dalam hati kita.

Akhi fillah...
Apapun yang kita miliki dari kekayaan yang diberikan Allah, bila kita gunakan dan kita belanjakan untuk membangun amal kebaikan dan amal unggulan dalam bingkai ukhrawi kita, maka hal ini juga termasuk zuhud.

Akhi wa ukhti fillah...
Banyak shahabat dan tabiin yang memiliki harta dan kekayaan yang melimpah ruah. Akan tetapi mereka termasuk orang-orang yang paling zuhud pada masanya. Dari kalangan shahabat lahir tokoh zuhud seperti Abdurrahman bin Auf, Utsman bin Affan, dan Saad bin Abi Waqash. Dari kalangan tabiin muncul tokoh yang paling zuhud seperti Abdullah bin Mubarak, Sufyan Ats-Tsauri, dan Al-Laits bin Said, bahkan beliau berkata “Sekiranya kita tidak memiliki harta, maka mereka akan menjadikan kita seperti telapak meja.”

Akhi wa ukhti fillah...
Tidak masalah bila di kalangan kader dakwah pada mihwar muassasi dan mihwar-mihwar selanjutnya banyak yang memiliki harta dan kekayaan yang dihasilkan dari jabatan-jabatan publik, partnership strategic (Rabthul 'Amm) dan amal usaha halal lain. Hanya saja, mereka harus lebih semangat memebrikan kontribusi maaliyah-nya kepada dakwah, selain memenuhi kewajiban yang telah disepakati.

Zuhudnya seorang kader adalah apabila ia senantiasa berlomba-lomba dalam jihad siyasi dengan segala yang dimiliki. Apalagi rezeki dan kekayaan yang diberikan Allah SWT kepada kita, salah satunya pintunya adalah dakwah ini.
Allah SWT berfirman:
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. At-Taubah : 41)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurat : 15)

Rasulullah SAW bersabda:
“Sebaik-baik harta adalah harta yang baik di tangan orang yang shalih” (HR. Imam Ahmad)

Akhi wa ukhti fillah...
Coba kita renungkan pernyataan para salafus shalih tentang zuhud yang dikutip Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berikut ini:
...Aku mendengar Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyah, semoga Allah menyucikan ruhnya, berkata, “Zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat di akhirat”
Imam Sufyan Ats-Tsauri berkata, “Zuhud adalah pendek angan-angan, bukan memakan makanan biasa dan memakai pakaian kasar”
Imam Al-Junaid Al-Baghdadi berkata, “Zuhud itu seperti yang dijelaskan dalam firman Allah, “(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,” (QS. Al-Hadid : 23). Maka, orang-orang yang zuhud adalah orang yang tidak terlalu gembira terhdap dunia yang ada dan tidak bersedih terhadap dunia yang hilang”

Akhi wa ukhti fillah...
Dengan semangat zuhud yang kita lakukan, akan melahirkan soliditas internal yang kuat, harmonisasi sosial, keterpautan hati masyarakat dengan kita, selain terbentuknya kekuatan spiritual di sisi Allah.

Akhi wa ukhti fillah...
Selain sifat zuhud ini, setiap kita jug harus memiliki sifat qana'ah. Qana'ah berarti ridha dengan jatah atau bagian kita, menerima sesuatu yang terjadi dan yang telah ditetapkan Allah, baik yang berkaitan dengan rezeki, jabatan, dan musibah. Qana'ah sangat urgen dimiliki oleh kader pada era mihwar muassasi dan mihwar selanjutnya. Karena qana'ah merupakan benteng jiwa yang mampu menahan arus dan gelombang frustasi, futur, lemah, dan tak berdaya di saat harapan dan keinginan jiwa tak tercapai. Seperti harapan besar kita dalam memenangkan jihad siyasi.

Akhi wa ukhti fillah...
Manifestasi sifat qana'ah dalam diri kader adalah penerimaan dan keridhaan atas kekalahan dan kemenangan setelah melakukan seluruh usaha dan perjuangan. Inilah yang dimaksud dengan qana'ah rabbaniyah yang termaktub dalam hadits “radhiitu billaahi rabban” (aku ridha Allah sebagai Rabb). Menerima dengan penuh keikhlasan atas semua yang terjadi. Allah SWT berfirman:
“ Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,” (QS. Al-Hadid : 22-23)

Akhi wa ukhti fillah...
Qana'ah dalam bingkai gerakan dakwah kita juga berarti penerimaan atas keputusan dan kebijakan yang telah diambil dan ditetapkan oleh Qiyadah tandzimiah kita. Inilah yang disebut qana'ah fikriyah. Qanaa'ah ini sangat penting dalam menguatkan soliditas kader, menjaga amal jama'i, dan mengokohkan barisan dakwah.

Dan qana'ah juga berati hilangnya ras iri dan dengki terhadap kondisi saudara kita yang lain. Mungkin ada saudara kita yang telah mendapatkan amanah jabatan, baik yang di legislatif maupun di eksekutif. Ada yang memiliki kekayaan yang melimpah dari hasil kemitraan, partnership, dan pengembangan usaha halal lainnya, maka sebagai kader, kita perlu membersihkan hati dari sifat ghill (iri/dengki). Tidak usah berkomentar dengan sesuatu yang tidak bermanfaat, seperti “Sama-sama anggota DPR kok beda-beda rezekinya.” bahkan yang urgen, kita melakukan autokritik terhadap diri kita tentang kelemahan dan ketidakberdayaan diri. Inilah inti doa yang diajarkan Allah kepada kita:
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang."” (QS. Al-Hasyr : 10)

Semoga sifat zuhud dan qana'ah ini senantiasa inheren dan mengkristal dalam jiwa kita sebagai kader dakwah. Agar kita bisa istiqamah dalam berdakwah, bersatu di bawah panji-panji harakah dan bersama merealisasikan cita-cita besar kita, yaitu ustadziyatul 'alam. Wallaahu a'lam bish-shawab.


[Sumber : Buku Seri Taujih Pekanan Jilid 2]

Banyak yang Hilang dari Diri Kita


"Kata-kata itu, bisa mati," tulis Sayyid Qutb. "Kata-kata juga akan menjadi beku, meskipun ditulis dengan lirik yang indah atau semangat. Kata-kata akan menjadi seperti itu bila tidak muncul dari hati orang yang kuat meyakini apa yang dikatakannya. Dan seseorang mustahil memiliki keyakinan kuat terhadap apa yang dikatakannya, kecuali jika ia menerjemahkan apa yang ia katakan dalam dirinya sendiri, lalu menjadi visualisasi nyata apa yang ia katakan," lanjut Sayyid Qutb dalam karya monumentalnya Fii Zilaalil Qur'aan.

Saudaraku,
Menjadi penerjemah apa yang dikatakan. Menjadi bukti nyata apa yang diucapkan. Betapa sulitnya. Tapi ini bukan sekedar anjuran. Bukan hanya agar suatu ucapan menjadi berbobot nilai pengaruhnya karena tanpa dipraktikkan, kata-kata menjadi kering, lemah, ringan tak berbobot, seperti yang disinyalir oleh Syayyid Qutb rahimahullah tadi. Lebih dari itu semua, merupakan perintah Allah SWT. Firman Allah SWT yang tegas menyindir soal ini ada pada surat Al-Baqarah ayat 44 yang artinya, "Apakah kalian memerintahkan manusia untuk melakukan kebaktian, sedangkan kalian melupakan diri kalian sendiri dan kalian membaca Al-Kitab. Apakah kalian tidak berakal?"

Membandingkan antara kita hari ini dan masa-masa lalu, akan terasa bahwa ada banyak hal yang hilang dari diri kita. Kita dahulu, yang mungkin baru memiliki ilmu dan pemahaman yang sedikit, tapi banyak beramal dan mempraktikkan ilmu yang sedikit itu. Kita dahulu, yang barangkali belum banyak membaca dan mendapatkan keterangan tentang Allah, tentang Rasulullah SAW, tentang Islam, tapi terasa begitu kuat keyakinan dan banyak amal shalih yang dikerjakan. Kita dahulu, yang belum banyak mendengarkan nasihat, diskusi, arahan para guru dalam menjalankan agama, tapi seperti merasakan kedamaian karena kita melakukan apa yang kita ketahui itu. Meskipun sedikit.

Saudaraku,
Banyak yang hilang dari diri kita…

Saudaraku,
Dahulu, sahabat Ali radhiallahu anhu pernah mengatakan bahwa kelak di akhir zaman akan terjadi sebuah fitnah. Antara lain, ia menyebutkan, "…Ketika seseorang mempelajari ilmu agama bukan untuk diamalkan," itulah ciri fitnah besar yang akan terjadi di akhir zaman. Sahabat lainnya, Ibnu Mas'ud radhiallahu anhu juga pernah menyinggung hal ini dalam perkataannya, "Belajarlah kalian, dan bila kalian sudah mendapatkan ilmu, maka laksanakanlah ilmu itu." Ilmu dan amal, dua sisi mata uang yang tak mungkin dipisahkan. Tapi kita, sepertinya, kini lebih berilmu namun miskin dalam amal…

Saudaraku,
Perhatikanlah, apa saja yang hilang dari diri kita selama ini…?
Barangkali kita termasuk dalam ungkapan Al Hasan Al Bashri rahimahullah ini. Ia mengatakan, "Aku pernah bertemu dengan suatu kaum yang mereka dahulunya adalah orang-orang yang memerintahkan yang makruf dan paling melaksanakan apa yang diserukannya. Mereka juga orang yang paling melarang kemungkaran dan mereka sekaligus orang yang paling menjauhi kemungkaran itu. Tapi kini kita ada di tengah kaum yang memerintahkan pada yang makruf sementara mereka adalah orang yang paling jauh dari yang diserukan. Dan paling banyak melarang kemungkaran, sedangkan mereka adalah orang yang paling dekat melaksanakan kemungkaran itu. Bagaimana kita bisa hidup dengan orang yang seperti mereka?"

Saudaraku,
Berhentilah sejenak di sini. Duduk dan merenungkan untuk memikirkan apa yang kita bicarakan ini. Perhatikanlah apa yang dikatakan lebih lanjut oleh Sayyid Qutb rahimahullah, "Sesungguhnya iman yang benar adalah ketika ia kokoh di dalam hati dan terlihat bekasnya dalam perilaku. Islam adalah akidah yang bergerak dinamis dan tidak membawa yang negatif. Akidah Islam itu ada dalam alam perasaan dan bergerak hidup mewujudkan indikasinya dalam sikap luar, terterjemah dalam gerak di alam realitas."

Saudaraku,
Jika banyak yang baik-baik, yang hilang dari diri kita, mari memuhasabahi diri sebelum beramal, melihat apa yang menjadi orientasi dan tujuan amal-amal kita selama ini. Jika kita memeriksa niat sebelum beramal, berarti kita sudah membenahi sesuatu yang masih bersifat lintasan hati. Dan itu akan lebih mudah melakukannya. Karena asal muasal suatu pekerjaan itu adalah lintasan. Lintasan hati, dan keinginan hati itu bisa menjadi kiat sampai kemudian menjadi waswas. Dari waswas muncul dorongan untuk dilahirkan dalam bentuk tindakan. Imam Ghazali mengatakan, "Jalan untuk membersihkan jiwa adalah dengan membiasakan pekerjaan yang muncul dari jiwa yang bersih secara sempurna."

Saudaraku,
Jika kita bicara, maka kita sebenarnya diajak bicara oleh diri kita sendiri melalui kata-kata itu. Kata-kata yang kita keluarkan, sebenarnya pertama kali ditujukan pada diri sendiri, sebelum orang lain. Jika kita mendapatkan ilmu, kitalah orang pertama yang harus melakukannya. Dengan perenungan lebih jauh, sahabat Rasulullah SAW yang terkenal dengan sikap zuhudnya, Abu Darda radhiallahu anhu mengatakan, "Aku paling takut kepada Rabbku di hari kiamat bila Dia memanggilku di depan seluruh makhluk dan mengatakan, "Ya Uwaimar." Aku menjawab, "Ya Rabbku…" Lalu Allah mengatakan, "Apakah engkau mengerjakan apa yang sudah engkau ketahui?" Seorang ulama, Syaikh Jibrin yang baru saja wafat meningalkan tulisan begitu menyentuh tentang ini. Ia mengutip sebuah hadits qudsi, bahwa Allah SWT berfirman, "Idzaa ashanii man ya'rifunii, salath tu alaihi man laa ya'rifunii…" Jika orang yang mengenal-Ku melakukan maksiat kepada-Ku, Aku kuasakan dia kepada orang yang tidak mengenal-Ku…"

Saudaraku,
Banyak hal baik yang telah hilang dari diri kita.

 
[M. Lili Nur Aulia, sumber: Tarbawi edisi 209 Th.11]

Pasang Surut Sejarah

Kesadaran akan efek ruang dan waktu membawa kita pada cara pandang berbeda tentang interaksi manusia dan teks dalam sejarah manusia. Peristiwa sejarah adalah hasil dari interaksi antara manusia, ruang dan waktu. Jika kita memasukkan teks ke dalam struktur dimana manusia bertindak dalam konteks ruang dan waktunya sesuai dengan alur hidup yang tertera dalam teks.

Yang lahir dari interaksi antara manusia, teks, ruang dan waktu kita sebut peristiwa sejarah berbasis teks. Karena itu, banyak pemikir dan filosof sejarah muslim saat ini berusaha membaca bentangan fenomena sejarah Islam dengan merujuk pada makna itu. Mereka mengatakan, tidak semua peristiwa sejarah dalam dunia muslim itu bisa disebut sebagai sejarah Islam. Sejarah Islam per definisi adalah catatan peristiwa kehidupan yang dilakukan oleh manusia muslim yang dibimbing sepenuhnya oleh teks. Misalnya sejarah kehidupan era Nabi Muhammad SAW dan para Khulafa Rasyidin. Peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi tanpa bimbingan teks tidak bisa dicatat sebagai sejarah Islam. Sebab itu merupakan penyimpangan dari teks. Atas dasar itu mereka menuntut adanya penulisan ulang atas sejarah Islam agar dibingkai dalam pemaknaan yang benar.

Yang terjadi sebenarnya adalah fenomena rotasi peradaban dalam sejarah manusia secara keseluruhan. Ada pasang surut dalam sejarah setiap peradaban. Itu merupakan sunatullah yang menjadi hukum sejarah yang pasti. Kaum muslimin bukanlah pengecualian dalam hukum sejarah ini. Peradaban Islam mengalami pasang surut seperti semua peradaban lain. Teks ini memberikan penjelasan terhadap fenomena pasang surut itu. Bahwa ada korelasi yang kuat antara komitmen terhadap teks dan fenomena pasang surut peradaban kita. Saat di mana kita di puncak adalah saat di mana kita berkomitmen penuh pada teks. Begitu juga sebaliknya.

Jadi masalahnya memang terletak pada definisi peristiwa Islam dalam sejarah dunia muslim. Sebab hukum sejarah berlaku absolut pada semua manusia. Persoalan kita dalam sejarah adalah konsistensi menjalani teks dan konteks ruang dan waktu. Sebab konsistensi itulah yang menentukan pasang surut peradaban kita dalam sejarah.

Kesadaran terhadap efek ruang dan waktu -dengan begitu- seharusnya memunculkan kesadaran akan makna konsistensi terhadap teks. Konsistensi ini adalah jaring pengaman dari kemungkinan kita mengalami surut setelah pasang dalam sejarah. Perjuangan kita terletak di situ: pada upaya untuk konsisten sepanjang waktu seluas ruang.  
 
[Anis Matta, sumber : Serial Pembelajaran Majalah Tarbawi edisi 242]

Senin, 12 September 2011

Menumbuhkan Kecintaan Kepada Surga

Ikhwah dan akhwat fillah ….
Surga adalah suatu pembalasan yang agung, pahala tertinggi bagi hamba Allah yang taat. Surga merupakan suatu kenikmatan sempurna. Tak ada sedikit pun kekurangannya. Tak ada kemuraman di dalamnya.

Ikhwah dan akhawat fillah …
Penggambaran surga yang difirmankan Allah dan disabdakan Nabi SAW, memang hampir tak mampu kita gambarkan dengan otak dan imajinasi kita yang terbatas ini. Betapa sulit membayangkan kenikmatan yang demikian besar. Sungguh kemampuan imajinasi kita akan terbentur pada keterbatasannya.

Kita coba ungkapkan dalam angan hadits Qudsi yang menceritakan tentang gambaran surga berikut ini:
أعددت لعبادي الصالحين ما لا عين رأت ولا أذن سمعت ولا خطر على قلب بشر ذخرا بله ما أطلعتم عليه ) . ثم قرأ { فلا تعلم نفس ما أخفي لهم من قرة أعين جزاء بما كانوا يعملون }
“Kami sediakan bagi hamba-hamba-Ku yang saleh sesuatu yang tak pernah terlihat oleh mata, tak pernah terdengar oleh telinga, dan tak pernah terlintas oleh hati manusia. Kalau kalian mau, bacalah ‘Maka seorang pun tak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan (As-sajdah: 17)’.” (HR. Bukhari)

Ikhwah dan akhwat fillah ….
Allah SWT menentukan hari masuknya ke surga pada waktu tertentu dan memutuskan jatah hidup di dunia pada batas waktu tertentu, serta menyiapkan di dalam surga berbagai kenikmatan yang tidak pernah dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, dan terlintas dalam hati.
إذا مات أحدكم عرض عليه مقعده غدوة وعشية إما النار وإما الجنة فيقال هذا مقعدك حتى تبعث إليه
“Sesungguhnya jika salah seorang dari kalian meninggal dunia, maka kursinya diperlihatkan kepadanya setiap pagi dan petang. Jika ia penghuni surga, maka ia adalah penghuni surga. Jika ia penghuni neraka, maka ia adalah penghuni neraka. Kemudian dikatakan, “Inilah kursimu,” hingga Allah Ta’ala membangkitkanmu pada hari Kiamat nanti.” (HR. Bukhari-Muslim)

Sungguh, Nabi Muhammad SAW telah melihat di dekatnya terdapat surga tempat tinggal, sebagaimana disebutkan dalam Shahih Bukhari Shahih Muslim, hadits dari Anas r.a. dalam kisah Isra’ dan Mikraj. Pada akhir hadits tersebut dijelaskan:
“Jibril berjalan terus hingga di Sidratul Muntaha dan ternyata Sidratul Muntaha ditutup dengan warna yang tidak aku ketahui. Kata Rasulullah Saw. lebih lanjut, “Kemudian aku masuk ke dalam surga dan ternyata di dalamnya terdapat kubah dari mutiara dan tanahnya beraroma kesturi.” (HR. Bukhari-Muslim)

Simaklah sebuah puisi tentang surga:

Kalian, wahai penghuni surga, kalian di surga ini
tetap dalam kenikmatan dan tak pernah terputus
dan hidup terus dan tidak akan mati.
Kalian berdomisili di sini terus dan tak akan pindah tempat.
Dan kalian muda terus serta tidak tua.


Allah Swt. berfirman:
وَسِيقَ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ إِلَى الْجَنَّةِ زُمَرًا حَتَّى إِذَا جَاءُوهَا وَفُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا سَلَامٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوهَا خَالِدِينَ [الزمر/73]
“Dan orang-orang yang bertakwa kepada Rabbnya dibawa ke dalam surga berombong-rombongan. Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya talah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya, “Kesejahteraan (dilimpahkan) atas kalian, berbahagialah kalian! Maka masukilah surga ini, sedang kalian kekal di dalamnya.” (QS. Az-Zumar: 73)

Ikhwah dan akhwat fillah ….
Cobalah renungkan ketika kelompok di atas digiring menuju tempatnya di surga secara berkelompok. Kelompok yang bahagia bersama dengan saudara-saudaranya. Mereka digiring dengan bersatu padu, masing-masing dari mereka terlibat dalam amal perbuatan dan saling kerjasama dengan kelompoknya, serta memberi kabar gembira kepada orang-orang yang hatinya kuat sebagaimana di dunia pada saat mereka bersatu dalam kebaikan. Selain itu, setiap orang dari mereka akrab dengan lainnya dan saling canda antarsesamanya.
جَنَّاتِ عَدْنٍ مُفَتَّحَةً لَهُمُ الْأَبْوَابُ (50) مُتَّكِئِينَ فِيهَا يَدْعُونَ فِيهَا بِفَاكِهَةٍ كَثِيرَةٍ وَشَرَابٍ (51) [ص/50، 51]
“(Yaitu) Surga Adn yang pintu-pintunya terbuka bagi mereka. Di dalamnya mereka bertelekan (di atas dipan-dipan) sambil meminta buah-buahan yang banyak dan minuman di surga tersebut.” (QS. Shad: 50-51)

Anda perhatikan bahwa ada makna indah pada ayat di atas, yaitu ketika mereka telah masuk ke dalam surga, maka pintu itu tidak tertutup bagi mereka dan dibiarkan terbuka lebar. Sedangkan neraka, jika para penghuninya telah masuk ke dalamnya, maka pintu-pintu neraka langsung ditutup rapat bagi mereka. Allah Swt. berfirman:
إِنَّهَا عَلَيْهِمْ مُؤْصَدَةٌ [الهمزة/8]
“Sesungguhnya api itu di tutup rapat bagi mereka.” (QS. Al-Humazah: 8)

Dibiarkannya pintu-pintu surga terbuka untuk para penghuninya adalah isyarat bahwa mereka dapat bergerak secara leluasa. Serta masuknya para malaikat setiap waktu kepada mereka dengan membawa hadiah-hadiah dan rezeki untuk mereka dari Rabb mereka serta apa saja yang manggembirakan mereka dalam setiap waktu. Rasulullah Saw. bersabda:
“Di surga terdapat delapan pintu. Ada pintu yang namanya Ar-Rayyan yang hanya dimasuki oleh orang-orang yang puasa.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah SAW juga bersabda:
( من أنفق زوجين في سبيل الله نودي من أبواب الجنة يا عبد الله هذا خير فمن كان من أهل الصلاة دعي من باب الصلاة ومن كان من أهل الجهاد دعي من باب الجهاد ومن كان من أهل الصيام دعي من باب الريان ومن كان من أهل الصدقة دعي من باب الصدقة )
فقال أبو بكر رضي الله عنه بأبي وأمي يا رسول الله ما على من دعي من تلك الأبواب من ضرورة فهل يدعى أحد من تلك الأبواب كلها ؟ . قال ( نعم وأرجو أن تكون منهم )
“Barang siapa yang berinfak dengan sepasang (unta atau kuda atau lainnya) di jalan Allah SWT maka ia dipanggil dari pintu-pintu surga. “Wahai hamba Allah, pintu ini lebih baik”. Barangsiapa yang rajin shalat, maka ia dipanggil di pintu shalat. Barangsiapa berjihad, maka ia dipanggil di pintu jihad. Barangsiapa rajin bersedekah, maka ia masuk dari pintu sedekah. Dan barangsiapa puasa, maka ia dipanggil dari pintu Ar-Rayyan. Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, apakah setiap orang dipanggil dari pintu-pintu tersebut? Adakah orang dipanggil dari semua pintu tersebut?” Rasulullah Saw. menjawab, “Ya, dan aku berharap engkau termasuk dari mereka.” (HR. Bukhari)

مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُبْلِغُ - أَوْ فَيُسْبِغُ - الْوُضُوءَ ثُمَّ يَقُولُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ إِلاَّ فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ
“Siapa di antara kalian yang berwudhu kemudian menyempurnakan wudhunya lalu membaca asyhadu an la ilaha illallah wahdahu la syarikalahu wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu warasuluhu, melainkan dibukakan baginya pintu-pintu surga yang berjumlah delapan dan ia masuk dari mana saja yang ia sukai.” (HR. Muslim)

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ لَهُ ثَلاَثَةٌ مِنَ الْوَلَدِ لَمْ يَبْلُغُوا الْحِنْثَ إِلاَّ تَلَقَّوْهُ مِنْ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةِ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ دَخَلَ
“Jika seorang Muslim mempunyai tiga orang anak yang belum baligh kemudian meninggal dunia, maka mereka menjumpainya di pintu-pintu surga yang delapan dan ia bebas masuk dari pintu mana saja yang ia sukai.” (Ibnu Majah)

Rasulullah Saw. juga menjelaskan tentang jarak pintu surga seraya bersabda:
“… Demi Muhammad yang jiwanya ada di Tangan-Nya, jarak antara dua daun pintu surga adalah seperti Makkah dan Hajar atau Hajar dan Makkah.” (HR. Bukhari)

Dalam redaksi lain, Rasulullah Saw. bersabda:
“Antara Makkah dan Hajar atau Makkah dengan Bushra.” (Hadits ini kesahihannya disepakati oleh pakar hadits)

Rasulallah Saw. bersabda:
“Kalian adalah penyempurna tujuh puluh umat. Kalian adalah umat yang terbaik dan termulia di sisi Allah. Jarak di antara dua daun pintu surga adalah empat puluh tahun. Pada suatu hari ia akan penuh sesak.” (HR. Ahmad)

“Pintu yang dimasuki penghuni surga jaraknya adalah sejauh perjalanan tiga kali lipat pengembara dunia yang ahli. Kemudian penghuni surga memenuhinya hingga pundak mereka nyaris lengkap.” (HR. Abu Nu’aim)

Mudah-mudahan kita semua diizinkan oleh Allah menjadi orang-orang yang senantiasa istiqamah di dalam meniti hidup dan kehidupan ini, sehingga ketika ruh ini dicabut oleh-Nya, kita menerima anugerah husnul khatimah, sehingga kita termasuk dan dimasukkan oleh Allah SWT ke dalam golongan hamba-Nya yang dipanggil dengan penuh kelembutan:
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ (27) ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً (28) فَادْخُلِي فِي عِبَادِي (29) وَادْخُلِي جَنَّتِي (30) [الفجر/27-30]
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku.masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr: 27-30)

Amin, ya mujibas-sa’ilin. 


[sumber: Buku Seri Taujihat Pekanan Jilid 2]

Rabu, 07 September 2011

Serpihan Penggugah Jiwa