Senin, 31 Desember 2012

UKURAN CINTA





UKURAN CINTA. Jika kamu ingin mengetahui seberapa besar cinta Allah kepadamu dan kepada selainmu, maka : Pertama, lihatlah seberapa volume cintamu kepada kalam-Nya yaitu Al-Qur’an dihatimu. Kedua, seberapa besar volume kenikmatanmu dan keasyikanmu tatkala mendengar lantunan firman-Nya. Sudahkan keasyikan itu melebihi keasyikan para pecandu musik dan nyanyian tatkala nyanyian itu diperdengarkan? Sesungguhnya merupakan hal yang wajar, bahwa barangsiapa yang mencintai seorang kekasih maka suara dan pembicaraan kekasihnya adalah sesuatu yang sangat dicintai. (Ibnu Qayyim, dalam Dr. Hasan bin Ali Al-Hijazy di Al-Fikrut TarbawyInda Ibni Qayyim)

Kamis, 27 Desember 2012

DARI CAHAYA LAMPU KITA BELAJAR MENJAGA FASILITAS NEGARA



Suatu ketika khalifah Umar bin Khatab RA kedatangan seseorang saat  mengerjakan tugas Negara dengan diterangi cahaya lampu. Setelah mempersilahkannya masuk dan duduk sang Khalifah bertanya pada tamu  “ Apakah yang akan kita bicarakan adalah masalah Negara atau masalah pribadi ? “ . Ketika sang tamu menjawab permasalahan pribadi Umar langsung mematikan lampu dan sang tamu dibuatnya terkejut. Belum habis keterkejutan sang tamu pemimpin kaum muslimin ini menjelaskan,  sebelum sang tamu datang ia sedang mengerjakan tugas Negara dengan menggunakan lampu yang merupakan fasilitas Negara, sekarang kita akan membicaraka permasalahan pribadi sehingga tidak layak jika juga harus menggunakan fasilitas Negara.

Mungkin cerita diatas menyadarkan kita akan pentingnya menjaga dan memisahkan mana yang menjadi amanah Negara atau public yang sedang melekat pada kita dengan status pribadi kita.

Kisah diatas kemudian melahirkan pertanyaan ngeles kita “ Ah itukan wajar karena mereka sahabat Rasul dan pernah hidup bersamanya sehingga memiliki keimanan yang tinggi, kita kan sekarang sangat jauh dengan masa Rasul sehingga wajar-wajar dikit kalau nyerempet “. 

Kisah berikut mungkin lebih menyadarkan kita bahwa Keteladan dan perintah agama berlaku untuk semua ummat pada waktu dan  tempat bagaimanapun kecuali pada hal-hal khusus, karena ini menimpa pada sosok manusia biasa seperti kita yang bukan Ulama atau bahkan sahabat Rasul. 

Imam Ahmad pernah bercerita suatu ketika pernah didatangi seorang wanita yang bertanya “ Kami sedang mengobrol di lantai atas, lalu lampu penjaga melewati kami dan sinar lampu yang dibawanya mengenai kami yang sedang berbicara. Bagaimana Hukumnya Apakah dibolehkan berbicara dengan keluarga dan diterangi sinar lampu penjaga malam itu wahai syaikh ?”

Saudaraku, begitu hati-hatinya mereka menjaga diri dengan hal-hal yang kecil bahkan mungkin hal itu luput dari diri kita. Mereka khawatir karena hal yang kecil, sepele dan seberapa tersebut akan merusak dan menghancurkan masa depan dan urusan besar mereka di akhirat kelak.

Kita bisa menatap lekat terhadap kondisi bangsa kita. Betapa fasilitas Negara dan kewenangan yang diberikan Negara pada para pejabat di selewengkan dengan tanpa rasa malu dan menjadi kompetisi  perlombaan korupsi.

Simak berita online www.kompas.com 31 Oktober 2012, Hasil pemeriksaan BPK atas kasus Proyek pembangunan sarana olahraga di Hambalang, Bogor Jawa Barat mencapai Rp. 243,66 miliar. Yang menjadi tersangka bukan orang biasa tapi Menteri dan Sekretaris Menteri  Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga RI sekaligus.

Atau kasus lama yang menghangat sejak tahun 2010 dan masih belum berujung sampai saat ini. www.kompasiana.com 6 Februari 2012, memberitakan Kerugian Negara akibat bailout Bank Century mencapai Rp. 6,7 triliun. 

Angka dari kasus diatas saja begitu fantastis belum ditambah perlombaan merampas uang Negara lainnya.
Disisi lain ruang bangsa ini, penegakan hukum atas rakyat kecil begitu cepat dan tak pandang bulu padahal yang mereka curi tidak seberapa hanya puluhan ribu rupiah atau beberapa butir buah coklat, bukan berarti kita mentolerir penyelewengan dengan skala kecil.

Saudaraku, apakah kita saat ini sudah berada pada kondisi yang dikhawatikan oleh Rasulullah SAW seperti  tertera dalam sabdanya, “Orang-orang sebelum kalian menjadi binasa disebabkan mereka tidak menerapkan hukum hudud apabila pencurinya dari kalangan elit. Sebaliknya, jika pencurinya orang-orang lemah akan dikenakan hudud” (HR. Bukhari Muslim).

Hudud  secara syar’I adalah hukuman-hukuman kejahatan yang telah ditetapkan oleh syara’ untuk mencegah dari terjerumusnya seseorang kepada kejahatan yang sama dan menghapus dosa pelakunya.

Saudaraku, dari kedua kisah cahaya lampu diawal tulisan ini kita dapat belajar banyak hal. Semoga menjadi cahaya yang menembus lembutnya hati kita yang tak terbuat dari besi dan baja.
Wallahu’alam.
Cordova Street
Jum’at, 28 Desember 2012
IWAN Wahyudi

Senin, 19 November 2012

Memeluk Palestina dari Bumi Gora


Kita mungkin tak tau sebesar apa gelora cinta anak ini terhadap bocah seusianya digaza yg tak bisa bersekolah

Kita tak menyangka cinta akan kemanusiaan itu lahir dan mengalir dalam dirinya sejak dini.

Kita tak menduga ditengah terik mentari ia mencoba mengetuk nurani Bumi Gora dan Dunia.

Kita tentu kaget ia menggenggam erat bendera palestina simbol abadi perlawanan atas kejahatan kemanusiaan dewasa ini.

Kita mungkin heran kenapa airmata mereka tak menetes melihat nyawa dan tubuh anak seusia mereka dipalestina tercabik? ya karena sekarang bukan saatnya menangis cengeng om, saatnya berbuat untuk GAZA PALESTINA.

#perempatanBImataram19112012

Rabu, 14 November 2012

Sebelum Pemuda (Kembali) Memimpin


Prasyarat kepemimpinan dalam Islam, tidak pernah disangkutkan dengan usia. Bahkan dalam Sholat sekalipun, urutan prioritas menjadi imam bukanlah ditangan mereka yang paling tua, akan tetapi yang paling faham dan hafal dengan kitabullah. Kalaupun ada syarat yang lain, adalah yang lebih dahulu hijrah atau masuk Islam. Lagi-lagi hal ini juga tidak selalu identik dengan prasyarat usia. Bukti yang lebih jelas lagi adalah diangkatnya Usamah bin Zaid ra oleh Rasulullah SAW untuk memimpin pasukan besar menuju Balqo’ arah Palestina pada tahun 11 Hijriyah. Sebagai catatan tambahan, usia Usamah pada waktu itu baru 18 tahun, sementara didalam pasukannya ada nama-nama besar, para sahabat veteran berbagai kancah jihad seperti Abu Bakar ra dan Umar.

Setelah ini semua, berarti tidak ada halangan syar’I yang tegas dari sisi usia untuk menjadi pemimpin. Akan tetapi permasalahan tidak sesederhana tersebut. Ada pertanyaan lain yang harus di jawab ; pemuda seperti apa yang ‘layak’ menjadi pemimpin. Ada sebuah ayat yang patut direnungkan mengenai kepemimpinan pemuda, baik kelebihan ataupun kekurangannya. Sebelum Anda wahai pemuda, berniat memimpin, mari kita kaji ulang tentang kelayakan Anda untuk memimpin
Allah SWT berfirman : “ Dan Nabi mereka berkata kepada mereka “ Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu”. Mereka menjawab, “ Bagaimana Thalut memperoleh kerajaan atas kami, sedangkan kami lebih berhak atas kerajaan itu daripadanya, dan dia tidak diberi kekayaan yang banyak ? “. (Nabi) menjawab : “ Allah telah memilihnya (menjadi raja) kamu dan memberikan kelebihan ilmu dan fisik.Allah memberikan kerajaan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki dan Allah maha luas Maha Mengetahui “ ( QS al-Baqoroh 247 )

Dari ayat di atas, setidaknya diisyaratkan ada tiga kriteria inti dan satu kriteria tambahan untuk menjadi seorang pemimpin. Siapapun dia, pemuda atau orang tua. Nah, dari empat hal tadi, menurut penulis, para pemuda baru lulus satu kriteria dari empat yang ada. Itu artinya, silahkan mengejar tiga kriteria yang lainnya dan barulah Anda bisa dipertimbangkan untuk memimpin. Apa saja empat kriteria tersebut, berikut uraian singkatnya :

Pertama : Al-Isthifa’ ( Pilihan dari Allah )
Dalam ayat jelas disebutkan : :” Allah telah memilihnya “. Artinya ada rekomendasi langsung dari Allah SWT. Ini memang sebuah hal yang mutlak menjadi preogatif Allah SWT untuk memilih diantara makhluknya yang dianggap pantas untuk memimpin. Sekilas ini sama sekali tidakbisa diperjuangkan, akan tetapi ternyata kata ‘pilihan Allah’ itu nyaris identik dengan dicintai oleh Allah SWT. Ini pulalah yang terjadi ketika Usamah ditunjuk menjadi panglima pasukan, dan banyak sahabat yang meragukannya. Maka Rasulullah SAW pun menegaskan bahwa Usamah adalah pilihan karena ia dicintai oleh Allah dan Rasulnya. Rasulullah saw bersabda kepada mereka yang meragukan kepemimpinan Usamah : “ kalian menghina kepemimpinan Usamah, sebagaimana kalian dulu juga menghina kepemimpinan bapaknya ( Zaid bin Haritsah) , Demi Allah sesungguhnya ia berhak atas kepemimpinan itu, dan dia termasuk seorang yang paling aku cintai, dan ini (Usamah) adalah orang yang paling aku cintai setelahnya “ ( HR Bukhori ).

Penegasan Rasulullah SAW tentang status Usamah sebagai pilihan dan yang berhak memimpin karena dicintai Rasulullah SAW (dan dicintai Allah juga) membuat para sahabat hanya bisa diam seribu bahasa.Sami’na wa atho’na. Ada juga hadits lain yang menegaskan ulang bahwa kriteria pemimpin pilihan adalah yang dicintai Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang mengangkat pemimpin suatu jamaah padahal di antara mereka ada orang lain yang lebih disenangi oleh Allah, berarti ia telah berkhianat kepada Allah, Rasul dan orang-orang yang beriman.” (Riwayat Hakim dari Ibnu Abbas, dan Suyuti memberikan kode shahih terhadap hadits ini.)

Nah, menjadi semakin jelas bahwa sebelum menjadi pemimpin, haruslah dicintai Allah SWT terlebih dahulu. Pertanyaan yang harus dijawab selanjutnya adalah : Bagaimana cara paling tepat untuk dicintai oleh Allah SWT ? Jawaban sederhananya dapat kita lihat dalam ayat berikut. Allah SWT berfirman : “ Katakanlah (Muhammad) Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” ( QS Ali Imron 31)

Sehingga, syarat dicintai Allah –sebagaimana termaktub dalam ayat – adalah ittiba’ rasulullah saw. Inilah pekerjaan rumah yang panjang bagi para pemuda sebelum kembali memimpin. Arti sederhananya, bagaimana seorang pemuda harus mempunyai kualitas ibadah, aqidah dan akhlak yang kokoh terlebih dahulu, baru kemudian ia bisa dipertimbangkan untuk menjadi pemimpin.

Kedua : Ilmu dan Pemahaman
Kriteria yang ini mutlak tidak bisa tidak harus ada pada diri seorang pemimpin. Untuk urusan imam sholat sekalipun, yang diminta adalah yang paling banyak ilmunya tentang kitabullah. Lantas, bagaimana dengan ilmu dan pemahaman seorang pemuda. Tanpa bermaksud menggeneralisir, sebuah hal yang wajar bagi semua orang bahwa menuntut ilmu dan menambah pemahaman adalah aktifitas yang membutuhkan waktu, proses, dan tahapan-tahapan. Imam Syafi’I pun berseru lantang : ilmu tidak akan didapat kecuali seseorang menempuh masa tholabul ilmi yang panjang. Tinta sejarah Islam menyebutkan bahwa para ilmuwan muslim rata-rata berguru kepada syeikhnya dalam kurun waktu puluhan tahun. Bahkan contoh di jaman milenium ini, seorang mahasiswa doktoral pun diminta menyelesaikan disertasinya minimal selama 2,5 tahun. Itu artinya, sekalipun ia telah merampungkan disertasinya di tahun pertama, karyanya tersebut belum bisa disidangkan.

Pemuda dengan ‘jam terbang’ keilmuan yang terbatas akan sangat riskan jika harus maju menjadi pemimpin. Akibatnya bisa berarti kerusakan dan kehancuran. Tentang hal ini, Rasulullah SAW telah memberikan peringatan dalam sabdanya : “ Jika sebuah urusan diserahkan pada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya “ (HR Bukhori ).

Inilah yang seharusnya direnungkan oleh setiap pemuda yang merasa sudah saatnya memimpin. Pengalaman rapat, diskusi berjam-jam, hingga demonstrasi yang berdarah-darah sekalipun tidak lantas membuahkan sebuah pemahaman yang utuh akan manhaj Islam dan dakwah. Pemuda kita masih harus mengkhususkan sebagian waktunya untuk menambah ilmu dan pemahaman yang lebih signifikan. Ada baiknya kita renungkan pesan dua pahlawan Islam sebagai berikut :
Umar bin Khotob ra berkata : Tafaqqohuu qobla an tusawwaddu ( Tingkatkanlah pemahaman sebelum kamu diangkat jadi pemimpin ). Sementara itu, Ibnu Hajar dalam Fathul Bary mengutip ucapan Imam Syafi’I ra : Idza tashoddaro al-hadts faatahu ‘ilmun katsiir ( Apabila anak muda diangkat menjadi pemimpin maka ia kehilangan banyak Ilmu )

Ketiga : Kekuatan Fisik ( jasad)
Diisyaratkan dalam ayat tentang kekuatan fisik menjadi salah satu kriteria untuk menjadi pemimpin. Barangkali ini kriteria yang sepenuhnya dimiliki oleh para pemuda secara umum. Tidak ada yang meragukan kekuatan fisik para pemuda. Karena fase pemuda memang puncak kekuatan dalam fase hidup manusia. AlQuran sendiri melegitimasi kekuatan fisik sang pemuda dalam ayatnya : “ Allahlah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian dia menjadikan (kamu) setelah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah kuat itu lemah (kembali) dan beruban “ (QS Ar-Ruum 54)

Berkaitan dengan kepemimpinan, kita meyakini bahwa pemimpin adalah pelayan. Untuk itu, diperlukan sebuah stamina yang kokoh dan kemampuan mobilitas yang tinggi bagi seorang pemimpin. Jadi, kriteria fisik bukan sekedar untuk gagah-gagahan apalagi tebar pesona. Kriteria fisik murni untuk kontribusi bagi umat.

Ada dua hadits yang menyebutkan orang yang paling dicintai oleh Allah SWT. Pertama, Rasulullah SAW bersabda : “ Orang mukmin kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah dari pada mukmin yang lemah “ ( HR Muslim). Mengapa orang mukmin yang kuat lebih dicintai oleh Allah SWT ? Jawaban sederhananya ada dalam hadits selanjutnya. Rasulullah SAW bersabda : ” Orang yang lebih dicintai Allah adalah yang lebih banyak manfaatnya bagi orang lain “ (HR Thobroni). Dengan demikian, kekuatan fisik yang dimiliki oleh pemuda bukanlah hal yang istimewa disisi Allah kecuali jika telah digunakan untuk kepentingan orang banyak.

Keempat : Penerimaan publik
Ini bukan kriteria utama, akan tetapi tetap saja mempunyai efek yang signifikan. Dalam sholat sekalipun, tidak diperkenankan menjadi imam bagi mereka yang tidak disukai jamaahnya. Contoh sejarah telah banyak membuktikan bahwa kelancaran kinerja sebuah jamaah, organisasi, ataupun pasukan biasanya ditentukan faktor ketaatan pada pimpinan. Pada kondisi tertentu, ketaatan ini sangat berhubungan dengan penerimaan publik atau orang-orang yang dipimpinnya. Jika sejak awal ada ketidakpercayaan pada sosok pimpinan, maka ini akan sangat mengganggu kerja-kerja berikutnya.

Anehnya, inilah tipe masyarakat kita secara umumnya. Mereka mengharuskan pemimpin adalah seorang yang mereka cintai, terima, dan terpercaya. Dalam bahasa sederhana kita adalah kredibilitas dan penerimaan publik. Ini sebenarnya bukan fenomena baru. Rujuk kembali ayat diatas ( Al-Baqoroh 247), ketika Allah menggambarkan ketidakpuasan bani Israil dengan kepemimpinan Tholut: Mereka menjawab, “ Bagaimana Thalut memperoleh kerajaan atas kami, sedangkan kami lebih berhak atas kerajaan itu daripadanya, dan dia tidak diberi kekayaan yang banyak ? “. Thalut adalah seorang raja pilihan yang kurang dikehendaki oleh Bani Israil, karena bagi mereka seorang raja haruslah dari kalangan hartawan atau terpandang. Pandangan seperti ini pulalah yang menjadikan ada beberapa sahabat juga meragukan kepemimpinan Usamah sebagai panglima perang. Usamah ra kurang diterima secara publik selain karena masih muda, mungkin juga karena garis keturunan Usamah bukan keturunan bangsawan Arab, bahkan dari golongan budak.

Barangkali pemuda kita akan mengalami hal yang sama dalam kasus Usamah. Usia yang muda akan menjadi hambatan dalam penerimaan publik. Apalagi masyarakat kita masih memiliki nuansa feodal yang kental. Jangankan untuk urusan pemerintahan, untuk menjadi imam sholat pun para pemuda masih dipandang sebelah mata. Lihat saja masjid-masjid di desa atau sudut-sudut kota, para imamnya kebanyakan adalah bapak-bapak tua dengan kondisi fisik yang payah plus bacaan qur’an yang terengah-engah. Anak muda nyaris tidak pernah diijinkan melewati shof pertama untuk menjadi imam.
Dengan demikian, kepada Anda atau kita para pemuda yang mungkin merasa telah datang masanya mengambil tongkat estafet kepemimpinan, lihatlah sejenak diri kita dari semua sisinya. Apakah sekedar semangat reformasi yang menyala-nyala ditambah konsep-konsep idealisme tentang manajemen pemerintahan yang bersih, atau apakah memang kita sudah mengantongi kriteria-kriteria unggulan di atas. Masing-masing kita mempunyai jawabannya, hingga ketika nanti datang momentum yang tepat dimana pemuda kita sudah layak (kembali) memimpin, bolehlah Anda menyanyi dengan lantang :

“ PAK TUA SUDAHLAH…ENGKAU SUDAH TERLIHAT LELAH
PAK TUA SUDAHLAH..KAMI MAMPU UNTUK BEKERJA..“.

Wallahu a’lam bisshowab.

http://www.indonesiaoptimis.com/2008/12/artikel-sebelum-pemuda-kembali-memimpin.html

Selaksa Ibrah Peristiwa Hijrah


Oleh; Ahmad Arif Ginting

SESAAT lagi umat islam di seluruh dunia akan sampai pada akhir dari tahun 1433 H dan kemudian memasuki tahun baru 1434 H. Tidak terasa begitu cepat masa satu tahun itu berlalu. Masalah demi masalah masih terus menghantui umat islam di berbagai belahan dunia. Umat islam selalu saja dijadikan objek dari sandiwara di atas panggung demokrasi.  Umat islam –khususnya di Indonesia- memang mayoritas secara statistik, namun minoritas di gelanggang politik.

Tulisan berikut ini berupaya menghadirkan selaksa ibrah dari peristiwa paling momumental di awal terbitnya fajar al islam untuk direnungkan kembali, lalu mengaktualisasikannya dalam praksis kehidupan sehari hari dimulai dari diri sendiri, keluarga inti, sanak family dan masyarakat sekitar tempat berdomisili.

Sejarah Perayaan Hijrah

Dalam bukunya “Islam Idealitas Islam Realitas”, Prof. Dr. H. Mohammad Baharun mencatat, pada tahun 1976 dilaksanakan sidang ketujuh Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang diikuti oleh para Menteri Luar Negeri negara anggota -organisasi itu- di kota Istanbul. OKI saat itu memiliki anggota empat puluh lima negara, 22 di antaranya adalah negara Arab dan selebihnya negara-negara Asia dan Afrika.

Atas usulan Komisi Sosial dan Budaya OKI, konferensi Istanbul itu menghimbau agar negara anggotanya merayakan 1 Muharram dengan kegiatan festival yang meriah. Sebelum itu, Sekretariat Jendral Islam untuk perayaan hari-hari besar islam yang bermarkas di London telah lebih dahulu mengumumkan dunia islam agar dalam menyambut tahun baru hijriah segenap umat islam seantero dunia memeriahkannya dengan perayaan yang bermanfaat.

Tentu saja perayaan itu dimaksudkan untuk mengilhami para pemikir dan cendikiawan muslim untuk mengingatkan penelitian mereka dikaitkan dengan peranan tahun hijriah tersebut. Paling tidak supaya mereka sadar bahwa peranan islam dalam kemajuan bidang-bidang sains, ekonomi dan social sepanjang sejarah tidaklah kecil.

Namun demikian, sudah pasti memperingati 1 Muharram dalam abad 15 Hijriah ini umat jangan sampai Cuma ‘berkutat’ pada masalah penanggalan kalender saja. Yang penting tentu, bagaimana mengisi event itu dengan segala macam kegiatan yang bermanfaat buat masyarakat luas.

Pembuktian Iman

Tak ada suatu kata yang menyiratkan makna demikian kuat seperti kata hijrah yang merupakan salah satu dari tiga amal islami seperti ditegaskan dalam Al Quran (QS; al-anfal [8]: 74) berikut;
وَالَّذِينَ آمَنُواْ وَهَاجَرُواْ وَجَاهَدُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَالَّذِينَ آوَواْ وَّنَصَرُواْ أُولَـئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقّاً لَّهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِي
“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah dan orang-orang yang meberi tempat kediaman dan meberi pertolongan (kepada kaum muhajirin), mereka itulah orang-orang yang beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki yang mulia.”

Tak ada perjuangan seberat hijrah dan tak ada pengorbanan setulus hijrah. Bertolak dari iman, seorang hamba memutuskan pilihan sulit; diam di tempat dengan kehinaan, iman yang tidak produktif dan masa depan yang sangat gelap; atau ‘berangkat’. Pilihan iman saja sudah menuntut keberanian.

Berani berbeda dari seluruh bangsa yang masih terbelenggu, menuntut pengorbanan, dari ‘bubar jalan’ karena kelemahan mereka yang kerap kagum dengan konsep islam tetapi terbelenggu oleh rasa takut atau gengsi, sampai makar pemenjaraan, pengusiran atau pembunuhan (QS. 8;30);
وَإِذْ يَمْكُرُ بِكَ الَّذِينَ كَفَرُواْ لِيُثْبِتُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ يُخْرِجُوكَ وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللّهُ وَاللّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
“Dan (ingatlah) ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” [QS: al-Anfal [8]: 30]

Menggetarkan Status Quo

Hijrah bukanlah (seperti) anggapan naik, ‘sebuah keterpaksaan mengamankan diri’. Ia sebuah aksioma abjadiyat pembangunan Islam yang harus sampai ke dzirwatu sanamih (puncak bangunannya) yaitu jihad.

Pada detik-detik awal tibanya rombongan hijrah Rasulullah, mengapa ada pembangunan base-camp dan masjid sebagai pusatnya? Mengapa pula kaum Quraisy masih tetap memburu mereka –hingga- di Madinah?

Mengapa ada muakh (mempersaudarakan) antara Muhajirin dan Anshar? Mengapa ada pembangunan pasar Muslimin dan sekian lagi institusi?
Jawabnya adalah karena dua kalimah syahadat sendiri -dengan tegas- menyuratkan dan menyiratkan kekuatan pesan pembebasan, menggetarkan pendukung status quo jahiliyah.

قُلْ إِنَّمَا أَدْعُو رَبِّي وَلَا أُشْرِكُ بِهِ أَحَداً
“Katakanlah, “Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya.” (QS: Jin [72]: 20)

Tiga “Kelas”

Hijrah melahirkan kelas, bukan berbasis fatalisme konflik protelar vis a vis borjuis dan kapitalis. Tetapi pada iltizam (komitmen), wala (loyalitas) dan tadhhiyah (pengorbanan) yang terekam dengan jelas pada tiga hal berikut ini.

Pertama, Muhajirin yang meninggalkan Makkah, merelakan begitu banyak yang sepatutnya disedihkan; tanah air, keluarga, kekayaan, harapan dan masa depan. Mereka menuju Madinah yang dalam parameter materialism penuh masalah; masa depan yang tidak jelas, iri dan benci Yahudi, munafiqin dan nashara (Kristen) Rum, perasaan menjadi beban orang lain dan seterusnya.
Dalam “Al Hijrah fi al-Qur’an”,  Dr. Ahzami Samiun Jazuli, MA menukilkan riwayat dari Tarmidzi dan Ibnu Majah.
“Di Jazurah, di pasar Makkah Rasulullah berhenti sejenak melantunkan perasaan paling dalam: “Demi Allah, engkaulah bumi Allah terbaik dan paling dicintai-Nya, kalaulah aku tidak dipisahkan darimu niscaya takkan daku keluar meninggalkanmu,” demikian tulis dalam buku itu.

Kedua, kaum Anshar menerima saudara Muhajirin mereka dengan penuh kecintaan yang dibuki nyatakan dengan menyediakan modal usaha untuk Muhajirin, menyiapkan hunian untuk mereka berteduh. Bahkan , diri mereka sendiri menjadi benteng dan perisai bagi muhajirin.

Ketiga, tabi’in (generasi pelanjut) yang arif, serius dan tulus.

Hijrah tidak menyisakan bagi pengecut, pemalas, penghasud dan semua yang berfikiran sempit. Ruang hijrah hanya bagi tiga kaum; Muhajirin dan semua pengambil inisiatif; Anshar dan semua pembela dengan jiwa, raga dan harta; para tabi’in dan pendukung sesudah mereka. Selebihnya, bila masih ada itulah ruang keterasingan bagi iman dan ruang kegelapan bagi kejujuran.

Seleksi “Alami”
Hijrah bukan hanya perpindahan dari wilayah ancaman ke wilayah aman, tulis almarhum KH Rahmat Abdullah (2008; 125-127). Ia adalah seleksi “alami” yang akan membuktikan kekuatan seseorang atau sekelompok hamba Allah untuk menjadi pemimpin. Siapa yang diam, dia takkan menjadi besar. Siapa yang menghalangi gerak, mereka akan terlindas.

“Al harakah fiha barakah”, dalam gerak ada berkah. Para Muhajirin telah memulainya dengan benar; suatu perpindahan yang beranjak dari kesadaran dan bukan dari kemarahan. Sadar bahwa iman itu punya nilai tinggi yang hanya dapat dibuktikan dengan pengorbanan.  Jiwa dan semangat hijrah dengan dinamika, tantangan dan kepedihannya yang beragam mempunyai satu mata air dari telaga yang sama, “Inni Muhajirun Ila Rabbi” (aku berangkat menuju Rabbku).

Bukan kebetulan bila susunan bulan dalam perhitungan tahun hijriah diakhiri dengan bulan haji dan dimulai dengan bulan muharram sebagai pembuka tarikh hijri. Haji yang bagi sebagian kita berarti tamatnya islam, justru menjadi puncak pagi pendakian berikutnya. Hijrah menjadi milestone (batu loncatan), menjadi munthalaq (titik tolak) keagungan syariah yang abadi.

Inilah mozaik kejujuran, keikhlasan, kesabaran, pengorbanan, harapan dan kekuatan. Hijrah ialah keutuhan harga diri. Sekeping tanah bersama kemerdekaan di rantau, lebih berharga dari pada tinggal di negeri sendiri dengan kehinaan, tak dapat mengekspresikan iman. Inilah terjemahan hakiki sifat islam yang ‘alamiyah (semestawi) tak tersekat oleh batas-batas sempit kesukuan dan kebangsaan. Kecuali perjuangan kebangsaan bertujuan menyelamatkan dzawil qurba (keluarga, sanak kerabat). Wallahu a’lam.*

Penulis adalah pendiri pustaka RUMAN (Rumoh Baca Aneuk Nanggroe) Banda Aceh
Sumber : http://hidayatullah.com/read/25837/13/11/2012/selaksa–ibrah-peristiwa-hijrah.html

Sabar, Sabar dan Sabar ! Beginilah jalan dakwah...


Oleh Cahyadi Takariawan

Sabar, sabar, sabar… Beginilah jalan dakwah telah kita lalui. Berkomunitas bersama orang-orang salih bukannya tanpa masalah, maka Allah memerintahkan agar kita selalu bersabar bersama mereka :
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas”.
Bisa jadi ada salah paham di antara para aktivis. Bisa jadi ada ketidaknyamanan perasaan di antara para pelaku dakwah. Bisa jadi ada data yang kurang valid, namun digunakan untuk pengambilan keputusan. Bisa jadi ada stigma yang menganga, dan tidak pernah ada pengadilan yang memberikan klarifikasi. Bisa jadi ada persepsi yang keliru. Bisa jadi ada ketidaktepatan dalam menerapkan teori.
Capek, lelah mendera jiwa dan raga. Namun ini adalah pilihan, yang tidak ada sedikitpun paksaan kita bersamanya. Bisa jadi ada ketidakpahaman, ada ketidakmengertian, dan kita tidak pernah menemukan jawaban. Bisa jadi Khalid bin Walid tidak pernah mengerti mengapa dirinya diganti dari posisi panglima perang yang demikian dihormati. Namun toh kehormatan dirinya tidak runtuh karena posisi itu tidak lagi dia miliki.
Kehormatan diri kita adanya pada konsistensi. Konsisten menapaki kebenaran. Konsisten menapaki jalan kebaikan. Komitmen pada peraturan. Teguh memegang keputusan. Mendengar dan taat, itulah karakter kader teladan. Bukankah ini ujian, karena yang kita dengar dan kita taati bisa jadi berbeda dengan suara hati nurani. “Qum Ya Hudzaifah !” Menggelegar suara perintah. Dan Hudzaifah segera bangkit berdiri.
Kehormatan diri bukan terletak pada posisi kita sebagai apa. Tidak menjadi apa-apa, tetap bisa dihormati. Kita terhormat karena karakter yang kuat, kita terhormat karena karya yang tiada pernah berhenti, kita terhormat karena kerja yang terus menerus, kita terhormat karena keteladanan, kita terhormat karena kesabaran dan kesetiaan.
Ya. sabar, sabar, dan teruslah sabar… Karena memang beginilah jalan dakwah telah kita lalui. Berkomunitas bersama orang-orang salih bukannya tanpa masalah, dan Allah telah memerintahkan agar kita selalu bersabar bersama mereka :
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas”.

*http://cahyadi-takariawan.web.id/?p=2948

Hijriah 1434: Harapan & Kesempatan | Kultwit @syaikhu_ahmad




Ahmad Syaikhu
@syaikhu_ahmad 

Aleg PKS DPRD Prov. Jawa Barat | Calon Wakil Walikota Bekasi


  1. Alhamdulillah, Qt dipertemukan lg dgn datangnya thn baru hijriah. #hijriah1434

  2. Perayaan tanpa riuh terompet dan kembang api. Tapi penuh keheningan dan khidmat. #hijriah1434

  3. Thn baru hijriah memberikan Qt HARAPAN & KESEMPATAN. #hijriah1434

  4. Harapan bahwa hari esok pasti akan lebih baik. Harapan utk berbuat yag terbaik. #hijriah1434

  5. Hijriah juga bermakna kesempatan untk berubah menjadi lbh baik. #hijriah1434

  6. Kesempatan untuk menggunakan waktu yg ada kepada kebaikan. #hijriah1434

  7. Thn baru Hijriah menjadi momentum utk evaluasi dan konsolidasi diri utk bangkit. #hijriah1434

  8. Hijriah bermakna berubah, dari yg tak baik menjadi lebih baik. #hijriah1434

  9. Hijriah membawa pesan dinamis. Kita dituntut dimanis dlm hidup ini. #hijriah1434

  10. Hijriah, menjadikan kemaren pijakan utk meloncat ke masa depan. #hijriah1434

  11. Selamat thn baru hijriah 1434;Kesempatan & Harapan. #hijriah1434

Tahun Baru Hijriyah, Saatnya Hijrah

Beberapa jam lagi tahun 1433 H akan meninggalkan kita. Dan tahun 1434 H datang menyapa. Datangnya tahun yang baru, sesungguhnya adalah momentum berharga bagi kita. Bukan sekedar mengingatkan bahwa kita telah melewati rentang masa tertentu yang juga mengurangi kuota usia kita, tetapi juga membawa kesempatan untuk melakukan perubahan.

Bergantinya tahun hijriyah mengingatkan kita pada sejarah penentuan awal tahun Islam. Umar sebagai khalifah di waktu itu tidak memilih tahun kelahiran Rasulullah sebagai tahun pertama kalender Islam. Umar juga tidak memilih tahun turunnya wahyu pertama sebagai tahun pertama kalender Islam. Tetapi Umar memilih hijrah sebagai awal kalender Islam. Sebab, lahirnya Rasulullah adalah kehendak Allah semata. Diangkatnya Muhammad sebagai Nabi juga anugerah dan pilihan dari Allah yang tidak mungkin diduplikasi manusia setelahnya. Namun hijrah, ia adalah upaya manusiawi menempuh keridhaan Ilahi. Ia penuh dengan pengorbanan, baik harta maupun jiwa. Ia adalah bukti perjuangan. Sekaligus menandai komunitas baru yang merefleksikan Islam dalam entitas negara; peradaban Islam bermula!

Maka pergantian tahun baru hijriyah sesungguhnya mengingatkan kita akan sejarah perjuangan dan pengorbanan, sekaligus memberikan spirit baru bagi kita untuk berhijrah. Untuk menjadi lebih baik. Untuk menciptakan sejarah!

Hijrah, dalam arti berpindah tempat untuk menyelamatkan agama dan membentuk komunitas Islami, bukanlah kewajiban yang dibebankan kepada kita saat ini. Bahkan “La hijrata ba’dal fathi”; tak ada lagi hijrah (ke Makkah) sesudah futuhnya. Namun hijrah secara hakikat harus terus dilakukan, harus terus diperbaharui.

الْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
Muhajir adalah orang yang meninggalkan segala larangan Allah (HR. Bukhari)

Demikianlah hakikat hijrah, dan demikianlah idealnya kita di setiap pergantian tahun hijriyah. Meninggalkan larangan Allah, berhijrah menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dengan kata lain, kita melakukan muhasabah terhadap capaian kita di tahun 1433 H dan membuat resolusi tahun 1434 H.

Resolusi 1434 H yang kita susun, idealnya mencakup semua peran kita. Baik sebagai individu, peran dalam keluarga, peran dalam pekerjaan/bisnis, peran dalam organisasi/jamaah, dan sebagainya.

Dalam tataran individu, kita perlu melakukan muhasabah dan resolusi dalam 10 aspek kepribadian Islam (syakhsiyah Islamiyah):
1. Salimul Aqidah: di mana kelemahan aqidah kita selama tahun 1433 H, dan bagaimana kita mengokohkannya sepanjang tahun 1434 H
2. Shahihul Ibadah: kita evaluasi intensitas dan kualitas ibadah kita selama tahun 1433 H, dan bagaimana kita meningkatkannya dalam tahun 1434 H
3. Matinul Khuluq: kita evaluasi akhlak kita mana yang kurang baik selama tahun 1433 H dan bagaimana kita memperbaikinya pada tahun 1434 H
4. Mutsaqaful Fikri: kita evaluasi kekurangan wawasan dan keilmuan kita selama tahun 1433 H dan bagaimana kita memperluas/memperdalamnya pada tahun 1434 H
5. Qadirun alal Kasbi: kita evaluasi bagaimana kesehatan finansial selama 1433 H dan bagaimana kita memperbaikinya dalam tahun 1434 H serta terus menjaganya agar selalu halal
6. Qawiyul Jismi: kita evaluasi kesehatan, kebugaran dan kekuatan fisik kita selama 1433 H dan bagaimana perbaikan kita untuk tahun 1434 H
7. Mujahidun Li Nafsihi: kita evaluasi kesungguhan kita dalam menjauhi larangan Allah selama 1433 H dan meningkatkan komitmen pada tahun 1434
8. Munazham fi su’unihi: kita evaluasi apakah selama 1433 H urusan kita sudah tertata rapi dengan manajemen yang bagus dan bagaimana kita memperbaikinya pada tahun 1434 H
9. Haritsun ala Waqtihi: kita evaluasi apa yang kurang dari manajemen waktu kita pada 1433 H dan bagaimana perbaikannya pada 1434 H
10. Nafi’un li Ghairihi: kita evaluasi kemanfaatan diri kita dalam berbagai peran. Untuk yang satu ini, ia terkait dengan peran kita berikutnya, baik sebagai ayah/ibu bagi anak-anak kita, suami bagi istri kita, peran dalam lingkup masyarakat, pekerjaan/bisnis kita, dan juga amanah dalam organisasi/jamaah dan amanah publik.

So, mari kita songsong dengan penuh optimisme tahun baru 1434 hijriyah dengan hijrah. Dengan perubahan, dengan perbaikan. Salam resolusi. [Muchlisin]
 
Sumber :http://www.bersamadakwah.com

Selasa, 18 September 2012

Makna Dhuha Dalam Al-Qur'an

twit by @pkspiyungan

1) Makna #Dhuha dalam AI-Qur'an.

2) Istilah #Dhuha dapat ditemukan pada beberapa tempat dalam Al-Qur'an. kurang lebih pada 7 tempat.

3) Di satu tempat (QS Thaha [20]:59; AI-'Araf [7]:98; An-Nazi'at [79]:46), kata #Dhuha diartikan sebagai "pagi hari".

4) #Dhuha juga memiliki arti "panas sinar matahari" (QS Thaha [20:119]).

5) Istilah #Dhuha juga bisa mencakup kedua makna itu sehingga diartikan "sinar matahari di pagi hari" (QS As-Syams [91]:1).

6) #Dhuha diartikan juga sebagai saat matahari naik sepenggalan (QS Adh-Dhuha [93]:1).

7) Kata #Dhuha dipahami sebagian ulama, sbg cahaya matahari secara umum, atau khususnya kehangatan cahaya matahari. [berdasar 2 surat: addhuha-asysyams]

8) Makna kata #Dhuha ini dapat kita temukan dlm kamus B.Arab. #Dhuha diartikan sebagai forenoon, yakni pagi hari atau sebelum tengah hari.

9) ..atau #Dhuha diartikan dalam bentuk kata kerjanya sebagai become appear/visible 'menjadi tampak atau terlihat'.

10) Dlm Al-Qur'an, kita akan menemukan kata #Dhuha itu diasosiasikan antara lain dengan "saat manusia bermain" (QS Al-'Araf [7]:98).

11) Maksudnya apa? Saat-saat #Dhuha adalah saat kebanyakan kita pada umumnya tengah sibuk "bermain-main" dengan kehidupan dunia.

12) Yg ke-2 istilah #Dhuha dlm Al-Qur'an juga diasosiasikan dg saat2 atau keadaan2 di mana manusia dituntut untuk waspada dan hati-hati.

13) Ke-3, istilah #Dhuha diasosiasikan Al-Qur'an dg saat2 di mana azab Tuhan sangat mungkin terjadi (7:98). 

14) Ke-4, stilah #Dhuha juga dikaitkan dg saat2 terjadinya pertarungan/persaingan antara kekuatan baik dan jahat. Musa-Firaun (20:59)

15) Bahkan, istilah #Dhuha ini digunakan Allah sbg sumpahNya ttg sungguh2 terjadinya prtarungan kekuatan jahat dan baik pada diri manusia. (91:1,10)

16) Tentu saja, waktu #Dhuha bukanlah satu2 keadaan ketika pertarungan 'internal/bathin' itu terjadi.

17) Sampai di sini, kita bisa mengetahui makna penting shalat #Dhuha.

18) Dalam konteks seperti inilah, pelaksanaan shalat #Dhuha bisa dipandang sbg sarana kehati2an, kewaspadaan, keterbimbingan..

19) ..dan keterlindungan dlm menghadapi rentannya waktu #Dhuha yg sarat dg berbagai kemungkinan kejadian yg merugikan manusia.

20) Hanya mereka yg ada dlm bimbingan dan lindungan Allah-lah yg bisa selamat dlm melewati waktu #Dhuha dg mendapat keuntungan dan kepuasan.



*maroji': www.sholat-dhuha.info

Kamis, 16 Agustus 2012

Sebuah Sejarah, Sumbangan Al-Ikhwan Al-Muslimun untuk Kemerdekaan Republik Indonesia

Hari ini genap 65 tahun bangsa ini merdeka.., sejarah membuktikan bahwa kaum muslimn berperan besar terhadap kemerdekaan bangsa ini, sebagai pelengkap referensi, tentang dukungan muslimin dunia terhadap kemerdekaan bangsa Indonesia, berikut adalah sekelumit sejarah yang bisa jadi sama sekali kita tidak membaca maupun mendengarnya dibangku sekolah.. Sumbangan Al-Ikhwan Al-Muslimun untuk Kemerdekaan Republik Indonesia

Kota pelabuhan Iskandariyah pertengah Juli 1945. Jam kayu di sebuah penginapan murah di kota pelabuhan Mesir telah enunjuk angka 22.00 waktu setempat. Di satu ruangan yang tak seberapa besar, empat-puluhan
kelasi kapal berkebangsaan Indonesia berkumpul. Sejumlah mahasiswa Indonesia yang tengah studi di Mesir terlihat memimpin rapat.

Beda dengan pertemuan sebelumnya, malam itu atmosfir rapat terasa agak emosionil! Para kelasi Indonesia yang bekerja di berbagai kapal asing yang tengah merapat di Iskandariyah, Port Said, dan Suez itu banyak
yang yakin, jihad fii sabilillah yang tengah digelorakan bangga Indonesia melawan penjajah belanda dalam waktu dekat akan sampai pada puncaknya.

Muhammad Zein Hassan, salah seorang mahasiswa Indonesia yang hadir, berpesan pada para kelasi agar mulai menabung. “Di saat terjadinya jihad, mereka sebaiknya meninggalkan kapal-kapal sekutu agar tidak
menodai perjuangan.”

Sambutan para kelasi yang dalam kesehariannya jauh dari tuntunan agama itu sungguh mengharukan. Mereka dengan sepenuh hati menyanggupi hal tersebut. “Jika fatwa sudah turun, kami akan mematuhi,” ujar salah
seorang dari mereka.

Tak terasa, jam telah berada di angka satu. Acara ditutup dengan sumpah setia dengan perjuangan bangsanya yang nun jauh di seberang lautan. Seluruh peserta mengangkat tangan kanan dan dikepalkan. Dengan menyebut nama Allah SWT, mereka bertekad akan membantu dengan sekuat tenaga jihad fii sabilillah yang akan digelorakan bangsanya dalam waktu dekat ini.

Sumpah para kelasi tersebut tidak main-main. Terbukti di kemudian hari, dua bulan setelah proklamasi dibacakan Soekarno-Hatta, dua orang kelasi Indonesia tiba di Kairo dengan berjalan kaki dari Tunisia.

“Saat kami tanya mengapa berjalan kaki sejauh itu, mereka menjawab bahwa mereka menerima fatwa yang dibawa teman-teman mereka dari Indonesia. Fatwa itu menyatakan haram hukumnya bekerja dengan orang
kafir yang memerangi kaum Muslimin,” ujar Zein Hassan.

Walau tidak punya cukup uang, dua orang kelasi itu segera meninggalkan kapal sekutu tempatnya bekerja dan berjalan kaki menuju Mesir, karena di Mesir-lah berada banyak orang sebangsanya.

Di Mesir sendiri kala itu tengah berkembang sikap antipati terhadap penjajahan Inggris. Sikap non kooperatif terhadap penjajah Inggris ini dicetuskan oleh organisasi Al-Ikhwan Al-Muslimun yang mendapat
sambutan luar biasa dari rakyat Mesir.

Sebagai gerakan dakwah yang menembus sekat geografis, Al-Ikhwan Al-Muslimun telah memiliki “jaringan iman” dengan berbagai gerakan Islam di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Sebab itu, ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, Sekutu dengan sekuat tenaga memblock-out berita ini masuk ke Timur Tengah.Dikhawatirkan jika kemerdekaan Indonesia sampai didengar umat Islam di sana, ini bisa menjadi inspirasi bagi gerakan serupa di Timur Tengah.

Serapat-rapatnya sekutu menutup informasi ini, akhirnya pada awal September 1945, sebulan setelah kemerdekaan Indonesia dibacakan,berita ini sampai juga ke Mesir.

Mansur Abu Makarim, seorang informan Indonesia yang bekerja di Kedutaan Belanda di Kairo, membaca berita kemerdekaan Indonesia dalamsuatu artikel di majalah Vrij Nederland. Bagai angin berhembus, berita
ini dengan cepat menyebar ke Dunia Islam.

Koran dan radio Mesir memuat berita kemerdekaan RI dengan gegap gempita. Para penyiar dengan penuh semangat mengatakan bahwa inilah awal kebangkitan Dunia Islam melawan penjajahan Barat.

Di Mesir saat itu, seorang Arab hanya dihargai sepuluh pound Mesir jika dibunuh atau dilindas kendaraan militer Sekutu tanpa hak mengadu atau menggugat. Sebab itu, proklamasi kemerdekaan sebuah negeri Muslim terbesar di dunia ini disambut dengan luapan kebahagiaan.

Di sejumlah kota, Al-Ikhwan Al-Muslimun segera menggelar munashoroh besar-besaran mendukung penuh kemerdekaan Indonesia. Ini dijadikannya momentum momentum yang bagus untuk memerdekakan Mesir dari Inggris.

Bukan itu saja, sejumlah ulama di Mesir dan Dunia Arab dengan inisiatif sendiri membentuk “Lajnatud Difa’i'an Indonesia” (Panitia Pembela Indonesia). Badan ini dideklarasikan pada 16 Oktober 1945 di
Gedung Pusat Perhimpunan Pemuda Islam dengan Jendral Saleh Harb Pasya sebagai pimpinan pertemuan.

Hadir dalam acara itu antara lain Syaikh Hasan Al Banna dan Prof. Taufiq Syawi dari Al-Ikhwan Al-Muslimun, Pemimpin Palestina Muhammad Ali Taher, dan Sekjen Liga Arab Dr. Salahuddin Pasya.

Dalam pertemuan yang semata didasari ukhuwah Islamiyah, pakar hukum internasional Dr. M. Salahuddin Pasya menyerukan negara-negara Islam untuk sesegera mungkin mendukung, membantu, dan mengakui kemerdekaan RI. Selain itu, Panitia Pembela Indonesia juga mengancam Inggris agar tidak membantu Belanda kembali ke Indonesia.

“Jika Inggris membantu Belanda untuk kembali ke Indonesia, maka Inggris akan menuai kemarahan Dunia Islam di Timur Tengah!” ancam Salahuddin Pasya.

Sejarah telah menulis, Inggris tetap membela “kawan seakidah” bernama Belanda. Pasukan NICA membonceng Sekutu kembali ke Indonesia.

Pada 25 Oktober 1945, sejumlah ulama NU pimpinan KH. Wahid Hasyim bertemu dan mengeluarkan fatwa jihad fii sabilillah melawan penjajah. Fatwa ini bergema ke seluruh nusantara dan disambut dengan gegap
gempita.

Fatwa jihad inilah yang melatarbelakangi pertempuran 10 November 1945 di Surabaya (hingga kini 10 November diperingati sebagai hari Pahlawan di Indonesia, red.). Untuk memompakan keberanian rakyat Surabaya, Bung Tomo lewat corong radio perlawanan – cikal bakal RRI – terus menerus mengingatkan para mujahid bahwa gerbang surga telah terbuka luas bagi mereka yang syahid.

Hanya semangat jihad dan keridhaan Allah SWT yang mampu membuat ribuan rakyat Surabaya berani melawan pasukan Sekutu bersenjata lengkap.

Kedahsyatan pertempuran Surabaya bergema hingga ke Dunia Arab.Keberanian umat Islam Surabaya mengobarkan jihad melawan pasukan Sekutu yang habis mabuk kemenangan dalam Perang Dunia II, ditambah tewasnya satu Jenderal Sekutu – Malaby – di Surabaya, dirasakan oleh kaum Muslimin Timur Tengah sebagai bagian dari kemenangan Islam atas kaum kafir. Upaya perlawanan terhadap Inggris di Mesir pun kian membuncah.

Di berbagai lapangan dan Masjid di Kairo, Mekkah, Baghdad, dan negeri-negeri Timur Tengah, dengan serentak umat Islam mendirikan sholat ghaib untuk arwah para syuhada di Surabaya.

Melihat fenomena itu, majalah TIME (25/1/46) dengan nada salib menakut-nakuti Barat dengan kebangkitan Nasionalisme-Islam di Asia dan Dunia Arab. “Kebangkitan Islam di negeri Muslim terbesar di dunia seperti di Indonesia akan menginspirasikan negeri-negeri Islam lainnya untuk membebaskan diri dari Eropa.”

Dukungan negara-negara Islam di Timur Tengah terhadap kemerdekaan Indonesia tidak saja dilakukan dalam tingkat akar rumput, namun juga dalam dunia diplomasi. Dalam berbagai sidang di Perserikatan Bangsa-Bangsa, terlihat dengan jelas adanya perbedaan sikap antara negeri-negeri Muslim yang mendukung Indonesia dengan negeri-negeri salib yang memandang Indonesia masih bagian dari Belanda.

Wakil-wakil dari Indonesia di sidang PBB, diperbolehkan ikut sidang setelah negeri-negeri Arab mengakui kedaulatan RI, dalam menghadapi serangan pihak Sekutu sering menanggapinya dengan cara diplomatis dan
terkesan lunak. Hal ini dikecam keras Muhammad Ali Taher dari Palestina.

“Mengapa kamu masih saja bersikap diplomatis terhadap seseorang yang ingin menghancurkan negeri kamu!” sergahnya mengingatkan wakil dari Indonesia agar tidak takut melawan kezaliman.

Di Mesir, sejak diketahui sebuah negeri Muslim bernama Indonesia memplokamirkan kemerdekaannya dari penjajah kafir, Al-Ikhwan Al-Muslimun tanpa kenal lelah terus menerus memperlihatkan dukungannya.

Selain menggalang opini umum lewat pemberitaan media, yang memberikan kesempatan luas kepada para mahasiswa Indonesia untuk menulis tentang kemerdekaan Indonesia di koran-koran lokal miliknya, berbagai acara tabligh akbar dan demonstrasi pun digelar.

Para pemuda dan pelajar Mesir, juga kepanduan Ikhwan, dengan caranya sendiri berkali-kali mendemo Kedutaan Belanda di Kairo. Tidak hanya dengan slogan dan spanduk, aksi pembakaran, pelemparan batu, dan teriakan-teriakan permusuhan terhadap Belanda kerap dilakukan mereka.

Kondisi ini membuat Kedutaan Belanda di Kairo ketakutan. Mereka dengan tergesa mencopot lambang negaranya dari dinding Kedutaan. Mereka juga menurunkan bendera merah-putih-biru yang biasa berkibar di puncak gedung, agar tidak mudah dikenali pada demonstran.

Kuatnya dukungan rakyat Mesir atas kemerdekaan RI, juga atas desakan dan lobi yang dilakukan para pemimpin Al-Ikhwan Al-Muslimun, membuat pemerintah Mesir mengakui kedaulatan pemerintah RI atas Indonesia pada 22 Maret 1946.

Inilah pertama kalinya suatu negara asing mengakui kedaulatan RI secara resmi. Dalam kacamata hukum internasional, lengkaplah sudah syarat Indonesia sebagai sebuah negara berdaulat.

Bukan itu saja, secara resmi pemerintah Mesir juga memberikan bantuan lunak kepada pemerintah RI. Sikap Mesir ini memicu tindakan serupa dari negara-negara Timur Tengah.

Untuk menghaturkan rasa terima kasih, pemerintah Soekarno mengirim delegasi resmi ke Mesir pada tanggal 7 April 1946. Ini adalah delegasi pemerintah RI pertama yang ke luar negeri. Mesir adalah negara pertama
yang disinggahi delegasi tersebut.

Tanggal 26 April 1946 delegasi pemerintah RI kembali tiba di Kairo. Beda dengan kedatangan pertama yang berjalan singkat, yang kedua inilebih intens. Di Hotel Heliopolis Palace, Kairo, sejumlah pejabat tinggi Mesir dan Dunia Arab mendatangi delegasi RI untuk menyampaikan rasa simpati. Selain pejabat negara, sejumlah pemimpin partai dan organisasi juga hadir. Termasuk pemimpin Al-Ikhwan Al-Muslimun Hasan al Banna dan sejumlah tokoh Ikhwan dengan diiringi puluhan pengikutnya.

Setiap perkembangan yang terjadi di Indonesia, diikuti serius oleh setiap Muslim baik di Mesir maupun di Timur Tengah pada umumnya. Para mahasiswa Indonesia yang saat itu tengah berjuang di Mesir dengan
jalan diplomasi revolusi, senantiasa menjaga kontak dengan Ikhwan.

Ketika Belanda melancarkan agresi Militer I (21 Juli 1947) atas Indonesia, para mahasiswa Indonesia di Mesir dan aktivis Ikhwan menggalang aksi pemboikotan terhadap kapal-kapal Belanda yang memasuki
selat Suez.

Walau Mesir terikat perjanjian 1888 yang memberi kebebasan bagi siapa saja untuk bisa lewat terusan Suez, namun keberanian para buruh Ikhwan yang menguasai Suez dan Port Said berhasil memboikot kapal-kapal
Belanda.

Pada tanggal 9 Agustus 1947, rombongan kapal Belanda yang dipimpin kapal kapal Volendam tiba di Port Said. Ribuan aktivis Ikhwan yang kebanyakan terdiri dari para buruh pelabuhan, telah berkumpul di
pelabuhan utara kota Ismailiyah itu.

Puluhan motor boat dan motor kecil sengaja berkeliaran di permukaan air guna menghalangi motor-boat motor-boat kepunyaan perusahaan-perusahaan asing yang ingin menyuplai air minum dan makanan kepada kapal Belanda itu.

Motor-boat para ikhwan tersebut sengaja dipasangi bendera merah putih.Dukungan Ikhwan terhadap kemerdekaan Indonesia bukan sebatas dukungan formalitas, tapi dukungan yang didasari kesamaan iman dan Islam.

Walau pemimpin Ikhwan Hasan Al Banna menemui syahid ditembak mati oleh begundal rezim Mesir di siang hari bolong, 12 Februari 1949, dukungan ikhwan terhadap muslim Indonesia tidaklah berakhir. Dakwah tiada kenal kata akhir, hingga Islam membebaskan semua manusia.




(Bung Syahrir ditemani Mr. Nazir Pamoncak dan penulis menyampaikan terimakasih Indonesia terhadap sokongan Ikhwanul Muslimin yang kuat sekali, kepada Hassan Banna (berjenggot) Ketua Umumnya, di Pusat organisasi tersebut. (Sumber gambar: Hassan, M.Z. 1980. Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri. Bulan Bintang. Jakarta. Halaman 277)


H.A. Salim, Ketua Delegasi R.I., bersama H. Rasjidi menyampaikan terima kasih Indonesia kepada (alm) Syeikh Hassan Banna, Ketua Umum organisasi Ikhwanul Muslimin yang kuat sekali menyokong perjoangan Indonesia.
 
Sumber: Majalah Saksi – No. 21 Tahun VI, 18 Agustus 2004. Oleh: Rizki Ridyasmara 

Sejarah yang Tertutupi, Peran Palestina Terhadap Kemerdekaan Indonesia


 
Proklamator kemerdekaan RI Soekarno-Hatta boleh saja memproklamasikan kemerdekaan RI de facto pada 17 Agustus 1945, tetapi perlu diingat bahwa untuk berdiri (de jure) sebagai negara yang berdaulat, Indonesia membutuhkan pengakuan dari bangsa-bangsa lain. Pada persyaratan ini, kita tertolong dengan adanya pengakuan dari tokoh tokoh Timur Tengah, sehingga Negara Indonesia dapat berdaulat. Gong dukungan untuk kemerdekaan Indonesia ini dimulai dari Palestina dan Mesir, seperti dikutip dari buku "Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri" yang ditulis oleh Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia, M. Zein Hassan Lc. Buku ini diberi kata sambutan oleh Moh. Hatta (Proklamator & Wakil Presiden pertama RI serta Pahlawan Nasional RI), M. Natsir (mantan Perdana Menteri RI ), Adam Malik (Menteri Luar Negeri RI ketika buku ini diterbitkan), dan Jenderal (Besar) A.H. Nasution. M. Zein Hassan Lc. Lt. sebagai pelaku sejarah, menyatakan dalam bukunya pada hal. 40, menjelaskan tentang peran-serta, opini dan dukungan nyata Palestina terhadap kemerdekaan Indonesia , di saat negara-negara lain belum berani untuk memutuskan sikap. Dukungan Palestina ini diwakili oleh Syekh Muhammad Amin Al-Husaini -mufti besar Palestina- secara terbuka mengenai kemerdekaan Indonesia:
".., pada 6 September 1944, Radio Berlin berbahasa Arab menyiarkan 'ucapan selamat' mufti Besar Palestina Amin Al-Husaini (beliau melarikan diri ke Jerman pada permulaan perang dunia ke dua) kepada Alam Islami, bertepatan 'pengakuan Jepang' atas kemerdekaanIndonesia. Berita yang disiarkan radio tersebut dua hari berturut-turut, kami sebar-luaskan, bahkan harian "Al-Ahram" yang terkenal telitinya juga menyiarkan." Syaikh Muhammad Amin Al-Husaini dalam kapasitasnya sebagai Mufti Palestina juga berkenan menyambut kedatangan delegasi "Panitia Pusat Kemerdekaan Indonesia " dan memberikan dukungan penuh.

Peristiwa bersejarah tersebut tidak banyak diketahui generasi sekarang, mungkin juga para pejabat dinegeri ini. Bahkan dukungan ini telah dimulai setahun sebelum Sukarno-Hatta benar-benar memproklamirkan kemerdekaan RI. Tersebutlah seorang Palestina yang sangat bersimpati terhadap perjuangan Indonesia, Muhammad Ali Taher. Beliau adalah seorang Pemimpin dan saudagar kaya Palestina yang spontan menyerahkan seluruh uangnya di Bank Arabia tanpa meminta tanda bukti dan berkata: "Terimalah semua kekayaan saya ini untuk memenangkan perjuangan Indonesia ..." Setelah seruan dari Mufti Palestina itu, maka negara berdaulat yang berani mengakui kedaulatan RI pertama kali oleh Negara Mesir 1949.

Pengakuan resmi Mesir itu (yang disusul oleh negara-negara Tim-Teng lainnya) menjadi modal besar bagi RI untuk secara sah diakui sebagai negara yang merdeka dan berdaulat penuh. Pengakuan itu membuat RI berdiri sejajar dengan Belanda (juga dengan negara-negara merdeka lainnya) dalam segala macam perundingan & pembahasan tentang Indonesia di lembaga internasional.

-Dukungan Mengalir Setelah Itu-

Setelah itu, sokongan dunia Arab terhadap kemerdekaan Indonesia menjadi sangat kuat. Para pembesar Mesir, Arab dan Islam membentuk 'Panitia Pembela Indonesia '. Para pemimpin negara dan perwakilannya di lembaga internasional PBB dan Liga Arab sangat gigih mendorong diangkatnya isu Indonesia dalam pembahasan di dalam sidang lembaga tersebut. Di jalan-jalan terjadi demonstrasi- demonstrasi dukungan kepada Indonesia oleh masyarakat Timur Tengah. Ketika terjadi serangan Inggris atas Surabaya 10 Nopember 1945 yang menewaskan ribuan penduduk Surabaya, demonstrasi anti Belanda-Inggris merebak di Timur-Tengah khususnya Mesir. Sholat ghaib dilakukan oleh masyarakat di lapangan-lapangan dan masjid-masjid di Timur Tengah untuk mendoakan para syuhada yang gugur dlm pertempuran yang sangat dahsyat itu. Yang menyolok dari gerakan massa internasional adalah ketika momentum Pasca Agresi Militer Belanda ke-1, 21 juli 1947, pada 9 Agustus. Saat kapal "Volendam" milik Belanda pengangkut serdadu dan senjata telah sampai di Port Said.

Ribuan penduduk dan buruh pelabuhan Mesir yang dimotori gerakan Ikhwanul Muslimin (persaudaraan kaum muslim), berkumpul di pelabuhan itu. Mereka menggunakan puluhan motor-boat dengan bendera merah-putih - tanda solidaritas- berkeliaran di permukaan air guna mengejar dan menghalau blokade terhadap motor-motor- boat perusahaan asing yang ingin menyuplai air & makanan untuk kapal "Volendam" milik Belanda yang berupaya melewati Terusan Suez, hingga kembali ke pelabuhan. Kemudian motor boat besar pengangkut logistik untuk "Volendam" bergerak dengan dijaga oleh 20 orang polisi bersenjata beserta Mr. Blackfield, Konsul Honorer Belanda asal Inggris, dan Direktur perusahaan pengurus kapal Belanda di pelabuhan. Namun hal itu tidak menyurutkan perlawanan para buruh Mesir.

Wartawan 'Al-Balagh' pada 10/8/47 melaporkan:
"Motor-motor boat yang penuh buruh Mesir itu mengejar motor-boat besar itu dan sebagian mereka dapat naik ke atasdeknya. Mereka menyerang kamar stirman, menarik keluarpetugas-petugasnya, dan membelokkan motor-boat besar itu kejuruan lain." Melihat fenomena itu, majalah TIME (25/1/46) dengan nada minornya menakut-nakuti Barat dengan kebangkitan Nasionalisme-Islam di Asia dan Dunia Arab. "Kebangkitan Islam di negeri Muslim terbesar di dunia seperti di Indonesia akan menginspirasikan negeri-negeri Islam lainnya untuk membebaskan diri dari Eropa."

Melihat peliknya usaha kita untuk merdeka, semoga bangsa Indonesia yang saat ini merasakan nikmatnya hidup berdaulat tidak melupakan peran bangsa bangsa Arab, khususnya Palestina dalam membantu perdjoeangan kita. (Lihat foto bung Hatta, Hj Agus Salim, Mufti Palestina syaikh Amin Husain, dan pemimpin Mesir di attachement supaya kita kenal wajah wajah dari tokoh pembela Indonesia ini)
NB: diantara tokoh gerakan islam yang aktif menyuarakan pembelaan adalah Asyyahid Hasan Albanna, seorang ulama besar dunia Islam pada jamannya.

Pernyataan Tokoh dalam buku ini:
Drs. Moh. Hatta:
"Kemenangan diplomasi Indonesia yang dimulai dari Kairo. Karena dengan pengakuan Mesir dan negara-negara Arab lainnya terhadap Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat penuh, segala jalan tertutup bagi Belanda untuk surut kembali atau memungkiri janji, sebagai selalu dilakukannya di masa-masa yang lampau."

A.H. Nasution:
"Karena itu tertjatatlah, bahwa negara-2 Arab jang paling dahulu mengakui RI dan paling dahulu mengirim misi diplomatiknja ke Jogja dan jang paling dahulu memberi bantuan biaja bagi diplomat-2 Indonesia di luar negeri. Mesir, Siria, Irak,Saudi-Arabia, Jemen,memelopori pengakuan de jure RI bersama Afghanistan dan IranTurki mendukung RI. Fakta-2 ini merupakan hasil perdjuangan diplomat-2 revolusi kita. Dan simpati terhadap RI jang tetap luas di negara-2 Timur Tengah merupakan modal perdjuangan kita seterusnja, jang harus terus dibina untuk perdjuangan jang ditentukan oleh UUD '45 : "ikut melaksanakan ketertiban dunia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial".

Maraji :
- "Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri" , Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia, M. Zein Hassan Lc.

oOo

"Perumpamaan kaum muslimin yang saling kasih mengasihi dan cinta mencintai antara satu sama lain ibarat satu tubuh. Jika salah satu anggota berasa sakit maka seluruh tubuh akan turut berasa sakit dan tidak dapat tidur." (HR Bukhari)


Sumber : http://setiyoprajoko.blogspot.com