Senin, 31 Desember 2012

UKURAN CINTA





UKURAN CINTA. Jika kamu ingin mengetahui seberapa besar cinta Allah kepadamu dan kepada selainmu, maka : Pertama, lihatlah seberapa volume cintamu kepada kalam-Nya yaitu Al-Qur’an dihatimu. Kedua, seberapa besar volume kenikmatanmu dan keasyikanmu tatkala mendengar lantunan firman-Nya. Sudahkan keasyikan itu melebihi keasyikan para pecandu musik dan nyanyian tatkala nyanyian itu diperdengarkan? Sesungguhnya merupakan hal yang wajar, bahwa barangsiapa yang mencintai seorang kekasih maka suara dan pembicaraan kekasihnya adalah sesuatu yang sangat dicintai. (Ibnu Qayyim, dalam Dr. Hasan bin Ali Al-Hijazy di Al-Fikrut TarbawyInda Ibni Qayyim)

Kamis, 27 Desember 2012

DARI CAHAYA LAMPU KITA BELAJAR MENJAGA FASILITAS NEGARA



Suatu ketika khalifah Umar bin Khatab RA kedatangan seseorang saat  mengerjakan tugas Negara dengan diterangi cahaya lampu. Setelah mempersilahkannya masuk dan duduk sang Khalifah bertanya pada tamu  “ Apakah yang akan kita bicarakan adalah masalah Negara atau masalah pribadi ? “ . Ketika sang tamu menjawab permasalahan pribadi Umar langsung mematikan lampu dan sang tamu dibuatnya terkejut. Belum habis keterkejutan sang tamu pemimpin kaum muslimin ini menjelaskan,  sebelum sang tamu datang ia sedang mengerjakan tugas Negara dengan menggunakan lampu yang merupakan fasilitas Negara, sekarang kita akan membicaraka permasalahan pribadi sehingga tidak layak jika juga harus menggunakan fasilitas Negara.

Mungkin cerita diatas menyadarkan kita akan pentingnya menjaga dan memisahkan mana yang menjadi amanah Negara atau public yang sedang melekat pada kita dengan status pribadi kita.

Kisah diatas kemudian melahirkan pertanyaan ngeles kita “ Ah itukan wajar karena mereka sahabat Rasul dan pernah hidup bersamanya sehingga memiliki keimanan yang tinggi, kita kan sekarang sangat jauh dengan masa Rasul sehingga wajar-wajar dikit kalau nyerempet “. 

Kisah berikut mungkin lebih menyadarkan kita bahwa Keteladan dan perintah agama berlaku untuk semua ummat pada waktu dan  tempat bagaimanapun kecuali pada hal-hal khusus, karena ini menimpa pada sosok manusia biasa seperti kita yang bukan Ulama atau bahkan sahabat Rasul. 

Imam Ahmad pernah bercerita suatu ketika pernah didatangi seorang wanita yang bertanya “ Kami sedang mengobrol di lantai atas, lalu lampu penjaga melewati kami dan sinar lampu yang dibawanya mengenai kami yang sedang berbicara. Bagaimana Hukumnya Apakah dibolehkan berbicara dengan keluarga dan diterangi sinar lampu penjaga malam itu wahai syaikh ?”

Saudaraku, begitu hati-hatinya mereka menjaga diri dengan hal-hal yang kecil bahkan mungkin hal itu luput dari diri kita. Mereka khawatir karena hal yang kecil, sepele dan seberapa tersebut akan merusak dan menghancurkan masa depan dan urusan besar mereka di akhirat kelak.

Kita bisa menatap lekat terhadap kondisi bangsa kita. Betapa fasilitas Negara dan kewenangan yang diberikan Negara pada para pejabat di selewengkan dengan tanpa rasa malu dan menjadi kompetisi  perlombaan korupsi.

Simak berita online www.kompas.com 31 Oktober 2012, Hasil pemeriksaan BPK atas kasus Proyek pembangunan sarana olahraga di Hambalang, Bogor Jawa Barat mencapai Rp. 243,66 miliar. Yang menjadi tersangka bukan orang biasa tapi Menteri dan Sekretaris Menteri  Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga RI sekaligus.

Atau kasus lama yang menghangat sejak tahun 2010 dan masih belum berujung sampai saat ini. www.kompasiana.com 6 Februari 2012, memberitakan Kerugian Negara akibat bailout Bank Century mencapai Rp. 6,7 triliun. 

Angka dari kasus diatas saja begitu fantastis belum ditambah perlombaan merampas uang Negara lainnya.
Disisi lain ruang bangsa ini, penegakan hukum atas rakyat kecil begitu cepat dan tak pandang bulu padahal yang mereka curi tidak seberapa hanya puluhan ribu rupiah atau beberapa butir buah coklat, bukan berarti kita mentolerir penyelewengan dengan skala kecil.

Saudaraku, apakah kita saat ini sudah berada pada kondisi yang dikhawatikan oleh Rasulullah SAW seperti  tertera dalam sabdanya, “Orang-orang sebelum kalian menjadi binasa disebabkan mereka tidak menerapkan hukum hudud apabila pencurinya dari kalangan elit. Sebaliknya, jika pencurinya orang-orang lemah akan dikenakan hudud” (HR. Bukhari Muslim).

Hudud  secara syar’I adalah hukuman-hukuman kejahatan yang telah ditetapkan oleh syara’ untuk mencegah dari terjerumusnya seseorang kepada kejahatan yang sama dan menghapus dosa pelakunya.

Saudaraku, dari kedua kisah cahaya lampu diawal tulisan ini kita dapat belajar banyak hal. Semoga menjadi cahaya yang menembus lembutnya hati kita yang tak terbuat dari besi dan baja.
Wallahu’alam.
Cordova Street
Jum’at, 28 Desember 2012
IWAN Wahyudi