Rabu, 12 November 2014

APAPUN KONDISINYA HADIRKAN SELALU RUANG KEGEMBIRAAN





Hidup ini tak terlepas dari dua sisi yang selalu meliputi makhluk bernama manusia, senang dan sedih, gembira dan susah. Ia datang silih berganti, satu menggantikan yang lainnya.
                Pernahkah kita berpikir bahwa susah dan sedih itu sebenarnya bukan ruang yang merampas sisi gembira dan senang kita, bukan sesuatu yang merenggut senyum dan bahagia. Bahkan ia adalah dimensi lain dari gembira dan senang yang dititipkan dibalik rasa susah dan sedih.
                Dalam pandangan umum kebanyakan orang, sakit itu adalah ruang sedih dan susah yang dialami oleh manusia. Sadarkah kita, bahwa sakitnya seorang hamba yang beriman akan mengugurkan dosa-dosanya ? siapakah manusia yang tidak merasa bergembira saat dosa-dosanya diampunkan oleh-Nya?
                Setiap cobaan dan musibah itu dalam penilaian manusia umumnya adalah dimensi kesedihan dan kesusahan yang dialami.
                Pernahkan sejenak kita renungkan bahwa sesungguhnya setiap musibah yang dialami seorang hamba itu bisa jadi adalah teguran atau cobaan untuk menaikan level keimanannya?
                Setiap manusia normal pasti bahagia dan senang saat mendapat kesempatan melalui ujian kenaikan jenjang.
                Oleh karenanya dalam hidup ini selalu dipenuhi oleh kebahagiaan, kegembiraan dan keceriaan walau tampilannya adalah kesulitan, musibah dan kesedihan. Namun, takarannya bukan kacamata yang berlaku umum di masyarakat untuk menilainya, tapi sudut pandang Sang Pencipta.
                Jadi tak ada alasan untuk kita tak bergembira dalam setiap kondisi yang dianugerahkan-Nya.

MENGIKAT DENGAN PENA





Berapapun lamanya sudah kita berada di dunia ini, sebanyak itulah pengalaman yang telah kita dapatkan, entah sebanyak apalagi hal-hal yang kita lihat dari ciptaan-Nya telah mempengaruhi laku , telah menyadarkan diri, merubah langkah dan gerak kita.
                Semuanya tentu menjadi pengalaman yang sangat berharga baik ia berupa anugerah nikmat kesenangan maupun cobaan dan musibah yang kadang membuat jiwa lemah.
                Namun itu hanya dapat dirasa oleh diri sendiri, padahal didalamnya kaya akan pelajaran yang dapat menjadi cermin bagi insan lain, bisa menjadi acuan pembanding bagi orang lain untuk mengatasi masalah atau motivasi memulai melakukan sesuatu.
                Kita tak punya cukup waktu untuk menuturkannya pda semua orang yang membutuhkan kisah kita sebagai nasehat, kita juga tak memiliki cukup materi untuk menceritakannya pada orang lain dalam luasan wilayah yang sangat membentang, atau mungkin saja kisah kita berguna saat jatah usia di muka bumi ini usai.
                Ide, pengalaman, nesehat, kisah, pikiran dan lain sebagainya bisa menjadi ilmu bagi diri kita dan orang lain hari ini atau dimasa yang akan datang. Agar hal itu tidak hilang dan sirna serta terlupakan, perlu dituliskan narasi-narasi yang kaya akan manfaat tersebut seperti sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ad-Darimi “ Kalian ikatlah Ilmu dengan menuliskannya “.
                Ya, saatnya mengikatnya dengan pena kita, toh anugerah menulis sudah kita peroleh sejak kecil.