Sabtu, 21 Juli 2012

Berhitung Cermat untuk Kemenangan Dakwah

Oleh : Cahyadi Takariawan
gambar : Google
                                                           gambar : Google

”Apa bekal antum menghadapi pertempuran politik ini ?” pertanyaan itu saya lontarkan kepada seorang aktivis saat dirinya akan maju sebagai salah satu bakal calon kepala daerah dalam perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

”Semangat ustadz. Itu bekal yang paling utama. Semua kader bersemangat mendukung, maka sayapun semakin bersemangat”, jawab sang aktivis dengan mantap.

Energik, penuh semangat, itulah ciri semua aktivis dakwah. Loyo, lesu, dan lemah semangat adalah penyakit para aktivis yang selalu mereka hindari dan mereka lawan. Maka dimanapun kita berada, yang kita jumpai adalah semangat yang senantiasa menyala dan menggelora. Para aktivis selalu siap melaksanakan amanah dengan segenap jiwa yang tak pernah lesu. Segala tugas dikerjakan dengan hati tulus. Inilah yang menyebabkan para aktivis mampu menjaga semangat.



Semangat Tinggi adalah Modal Utama
Alhamdulillah, segala puji milik Allah. Modalitas dalam dakwah yang paling utama adalah kader yang bersemangat tinggi. Tanpa kehadiran kader yang penuh semangat, program akan menghadapi banyak kendala. Sebagaimana diketahui, kegiatan dakwah itu sepi dari publisitas dan sepi dari kecukupan materi. Semboyan ”sunduquna juyubuna”, dana dakwah berasal dari kantong saku kami sendiri, selalu menjadi perilaku para aktivis setiap hari. Untuk menjalankan sebuah program dakwah, mereka tidak menunggu kucuran dana, tidak bergantung kepada tersedianya dana. Itulah sebabnya kegiatan dakwah selalu marak dimana-mana, karena dibiayai oleh pelakunya sendiri.

Semangat ini wajib dijaga dan dipelihara pada jiwa para aktivis dakwah. Jangan sampai melemah dan memudar, karena dengan semangat yang menyala inilah berbagai program bisa terlaksana. Namun pertanyaannya adalah, apakah pertempuran bisa dimenangkan hanya berbekal semangat ? Saya menjawab dengan yakin dan pasti : Tidak !

Pertempuran lapangan antara kebaikan dengan keburukan, tidak cukup dimenangkan oleh semangat. Memang salah satu modal yang penting adalah semangat yang menyala, namun tentu saja tidak cukup berbekal semangat semata. Pertempuran di segala medan memerlukan roadmap atau peta proses yang jelas, dimana ada sejumlah indikator keberhasilan dalam setiap tahapannya. Konsekuensi dari roadmap pertempuran harus ditempuh, karena ada konsekuensi keimanan dan kekaderan yang bercorak ideologis, dan ada pula konsekuensi praksis. Sepertinya, kita tidak bisa memilih salah satu saja dari konsekuensi logis yang muncul untuk memenangkan pertempuran.

Jika dua kekuatan berhadapan dan siap saling menyerang, satu kekuatan kebaikan dan satu kekuatan kejahatan, maka pemenangnya bukanlah siapa yang paling semangat di antara mereka. Dalam perspektif keimanan, kebaikan diyakini pasti mengalahkan kejahatan. Sebagai manusia beriman, kewajiban kita adalah berjuang menegakkan nilai-nilai kebaikan dalam berbagai bidang kehidupan. Kewajiban kita adalah berjuang menghilangkan kejahatan dari muka bumi. Ini konsekuensi iman yang telah dimiliki para aktivis, dan oleh karena itu memunculkan gelegak semangat yang sangat besar dalam dirinya. Nilai-nilai kebaikan harus dimenangkan dan dimunculkan dalam berbagai bidang kehidupan.

Perhitungan yang Cermat
Namun untuk menghadapi pertempuran terbuka melawan kekuatan kejahatan, ada perspektif praksis yang harus dimasukkan ke dalam hitungan. Coba kita resapi sabda Nabi saw “Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran hendaklah ia mengubah dengan tangannya, apabila tidak mampu maka hendaklah mengubah dengan lisannya dan apabila tidak mampu hendaklah mengubah dengan hatinya, yang sedemikian itu selemah-lemahnya iman” (Riwayat Muslim). Kalimat fa in lam yastathi’ –jika kalian tidak mampu—menandakan adanya keharusan melakukan perhitungan yang cermat dan teliti.

Sering kali kita tidak suka berbicara konsekuensi praksis, karena seakan berada dalam suasana yang lain, atau bahkan berada dalam dunia yang lain sama sekali dengan keyakinan iman yang telah tertanam selama ini. Bagaimana untuk bertempur menghadapi kejahatan, masih harus berpikir dan berhitung tentang realitas kemampuan yang ada ? Seakan-akan itu adalah perbuatan para pengecut dan pecundang, yang enggan melakukan perjuangan, yang enggan berkorban demi tegaknya kebenaran. Karena untuk berjuang masih harus berhitung dan memetakan konsekuensi praksis yang sering kali tidak kita miliki.

Apa tidak cukup berbekal semangat untuk bisa menang? Saya ajak anda mengingat kembali ”nasihat lama” dari Syaikh Musthafa Masyhur. Nasihat ini muncul sebagai mutiara hikmah dan kristalisasi dari pengalaman puluhan tahun terlibat dalam medan dakwah yang sangat keras.

“Bekerja dan berkhidmat untuk Islam memerlukan pandangan yang luas dan kepahaman yang mendalam. Persoalannya bukan sekedar memenuhi gejolak semangat dan emosi untuk diledakkan dengan sewenang-wenang tanpa memperhatikan natijah (hasil) dan akibatnya. Sebenarnya kesengsaraan dan pengalaman-pengalaman yang telah dilalui membuktikan bahwa semangat yang meluap-luap bukan gambaran iman yang kuat. Sebaliknya semangat yang demikian itu seringkali menandakan kelemahan diri dan ketidakmampuan bersabar menempuh derita perjalanan.”
Lebih lanjut Syaikh Musthafa Masyhur menjelaskan :
“Orang yang terlalu semangat dan emosional ini menyangka bahwa hanya dengan semangat dan emosinya mereka akan mampu memberikan kepada Islam sesuatu yang tak pernah dapat diberikan oleh orang-orang sebelumnya. Malahan kadang keadaanya menjadi lebih keterlaluan. Apalagi mereka dengan sewenang-wenang menuduh dan menyebut orang-orang yang tidak menyamai semangat dan emosinya sebagai orang-orang yang lemah, penakut, dan pengecut.”

Mari membuat perhitungan yang cermat, karena ini merupakan bagian dari langkah pemenangan dakwah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar